Wikipedia

Hasil penelusuran

Kamis, 20 Maret 2014

FUNGSI BAHASA


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  DEVINISI BAHASA
1.1.1        Pengertian Bahasa
Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh bahasa bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam studi sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi.
Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep. Karena setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna, maka dapat disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna. Contoh lambang bahasa yang berbunyi “nasi” melambangkan konsep atau makna ‘sesuatu yang biasa dimakan orang sebagai makanan pokok’.
1.1.2        Karakteristik Bahasa
Telah disebutkan di atas bahwa bahasa adalah sebuah sistem berupa bunyi, bersifat abitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa di antara karakteristik bahasa adalah abitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi.
1.      Bahasa Bersifat Abritrer
Bahasa bersifat abritrer artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepi makna tertentu. Secara kongkret, alasan “kuda” melambangkan ‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’ adalah tidak bisa dijelaskan.Meskipun bersifat abritrer, tetapi juga konvensional. Artinya setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya. Dia akan mematuhi, misalnya, lambang ‘buku’ hanya digunakan untuk menyatakan ‘tumpukan kertas bercetak yang dijilid’, dan tidak untuk melambangkan konsep yang lain, sebab jika dilakukannya berarti dia telah melanggar konvensi itu.
2.      Bahasa Bersifat Produktif
Bahasa bersifat produktif artinya, dengan sejumlah besar unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Misalnya, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Purwadarminta bahasa Indonesia hanya mempunyai kurang lebih 23.000 kosa kata, tetapi dengan 23.000 buah kata tersebut dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas.
3.      Bahasa Bersifat Dinamis
Bahasa bersifat dinamis berarti bahwa bahasa itu tidak lepas dari berbagai kemungkinan perubahan sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja: fonologis, morfologis, sintaksis, semantic dan leksikon. Pada setiap waktu mungkin saja terdapat kosakata baru yang muncul, tetapi juga ada kosakata lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi.
4.      Bahasa Bersifat Beragam
Meskipun bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis maupun pada tataran leksikon. Bahasa Jawa yang digunakan di Surabaya berbeda dengan yang digunakan di Yogyakarta. Begitu juga bahasa Arab yang digunakan di Mesir berbeda dengan yang digunakan di Arab Saudi.
5.      Bahasa Bersifat Manusiawi
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang berupa bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan dinamis. Manusia dalam menguasai bahasa bukanlah secara instingtif atau naluriah, tetapi dengan cara belajar. Hewan tidak mampu untuk mempelajari bahasa manusia, oleh karena itu dikatakan bahwa bahasa itu bersifat manusiawi.
1.1.3        Fungsi-Fungsi Bahasa
Konsep bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran. Bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.
Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat atau berfungsi untuk menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit, sebab yang menjadi persoalan sosiolinguistik adalah “who speak what language to whom, when and to what end”. Oleh karena itu fungsi-fungsi bahasa dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar, topic, kode dan amanat pembicaraan.
1.      Fungsi Personal atau Pribadi
Dilihat dari sudut penutur, bahasa berfungsi personal. Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedang sedih, marah atau gembira.
Fungsi Direktif Dilihat dari sudut pendengar atau lawan bicara, bahasa berfungsi direktif, yaitu mengatuf tingkah laku pendengar. Di sini bahasa itu tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dikehendaki pembicara.
2.      Fungsi Fatik
Bila dilihat segi kontak antara penutur dan pendengar, maka bahasa bersifat fatik. Artinya bahasa berfungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat atau solidaritas sosial. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu pamit, berjumpa atau menanyakan keadaan. Oleh karena itu, ungkapan-ungkapan ini tidak dapat diterjemahkan secara harfiah.
Ungkapan-ungkapan fatik ini biasanya juga disertai dengan unsur paralinguistik, seperti senyuman, gelengan kepala, gerak gerik tangan, air muka atau kedipan mata. Ungkapan-ungkapan tersebut jika tidak disertai unsure paralinguistik tidak mempunyai makna.
3.      Fungsi Referensial
Dilihat dari topik ujaran bahasa berfungsi referensial, yaitu berfungsi untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada disekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial ini yang melahirkan paham tradisional bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran, untuk menyatakan bagaimana si penutur tentang dunia di sekelilingnya.
4.      Fungsi Metalingual atau Metalinguistik
Dilihat dari segi kode yang digunakan, bahasa berfungsi metalingual atau metalinguistik. Artinya, bahasa itu digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Biasanya bahasa digunakan untuk membicarakan masalah lain seperti ekonomi, pengetahuan dan lain-lain. Tetapi dalam fungsinya di sini bahasa itu digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah bahasa dijelaskan dengan bahasa.
5.      Fungsi Imajinatif
Jika dilihat dari segi amanat (message) yang disampaikan maka bahasa itu berfungsi imajinatif. Bahasa itu dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan; baik yang sebenarnya maupun yang hanya imajinasi (khayalan) saja. Fungsi imaginasi ini biasanya berupa karya seni (puisi, cerita, dongeng dan sebagainya) yang digunakan untuk kesenangan penutur  maupun para pendengarnya.
1.2. Tujuan Berbahasa
Bahasa adalah sesuatu hal yang paling penting dan paling banyak digunakan oleh manusia yang ada di Dunia ini. Tujuan berbahasa ini tidak lain yaitu untuk mengungkapkan atau menyampaikan pikiran (Konsep riil) manusia kedalam pikiran orang lain, sehingga apa yang manusia satu inginkan dapat dimengerti oleh manusia yang lainnya.
Dengan adanya saling pengertian antara manusia satu dengan manusia yang lainnya maka akan muncullah kerjasama antar sesama manusia, sehingga manusia satu dapat melengkapi kebutuhan manusia.
yang lainnya, dan juga sebaliknya. Seperti yang kita lihat di pasar. Dengan menggunakan bahasa pembeli dapat mengungkapkan pikirannya kepada pedagang, setelah keduanya saling mengerti tentang apa yang telah diinginkan dari keduannya tersebut maka muncullah kerjasama yang mengakibatkan kedua orang tersebut mencapai apa yang telah diinginkan.
Jadi itulah tujuan dari berbahasa, yaitu untuk mencapai apa yang telah diinginkan oleh pikiran manusia.
A.          Pembicara  (komunikasi)
-          Ingin menyatakan sesuatu kepada pendengar
-          Ingin menyampaikan tujuan kepada pendengar
-          Ingin menerapakan metode berbahasa sesuai dengan bahasanya
B.     Pendengar (komunikator)
-          Ingin mempelajari sesuatu yang di katakana penbicara                              
-          Ingin memahami tujuan yang di sampaikan pembicara
-          Ingin mengunakan metode berbahasa yang disampaikan pembicara          
Contoh:
-          Halo apa kabar
-          Kabar baik mas
-          Sapaan saya ingin berkenalan dengan adik yang cantik
-          Mas bisa saja padahal saya tidak cantik merayu ya

1.3. FUNGSI BAHASA
1.3.1        Pengertian Bahasa
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama.  Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.
1.3.2        Aspek Bahasa
Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Ia merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu pula. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu, yaitu  mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap oleh panca indra.
Berarti bahasa mencakup dua bidang, yaitu vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan arti atau makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya,itu. Bunyi itu juga merupakan getaran yang merangsang alat pendengar kita (=yang diserap oleh panca indra kita, sedangkan arti adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari orang lain).
Arti yang terkandung dalam suatu rangkaian bunyi bersifat arbitrer atau manasuka. Arbitrer atau manasuka berarti tidak terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkaian bunyi tertentu harus mengandung arti yang tertentu pula. Apakah seekor hewan dengan ciri-ciri tertentu dinamakan anjing, dog, hund, chien atau canis itu tergantung dari kesepakatan anggota masyarakat bahasa itu masing-masing.
 Benarkah Bahasa Mempengaruhi Perilaku Manusia?
Menurut Sabriani (1963), mempertanyakan bahwa apakah bahasa mempengaruhi perilaku manusia atau tidak? Sebenarnya ada variabel lain yang berada diantara variabel bahasa dan perilaku. Variabel tersebut adalah variabel realita. Jika hal ini benar, maka terbukalah peluang bahwa belum tentu bahasa yang mempengaruhi perilaku manusia, bisa jadi realita atau keduanya.
Kehadiran realita dan hubungannya dengan variabel lain, yakni bahasa dan perilaku, perlu dibuktikan kebenarannya. Selain itu, perlu juga dicermati bahwa istilah perilaku menyiratkan penutur. Istilah perilaku merujuk ke perilaku penutur bahasa, yang dalam artian komunikasi mencakup pendengar, pembaca, pembicara, dan penulis.

1.3.3         Bahasa dan Realita
Fodor (1974) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem simbol dan tanda. Yang dimaksud dengan sistem simbol adalah hubungan simbol dengan makna yang bersifat konvensional. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem tanda adalah bahwa hubungan tanda dan makna bukan konvensional tetapi ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang dimiliki benda atau situasi yang
dimaksud. Dalam bahasa Indonesia kata cecak memiliki hubungan kausal dengan referennya atau binatangnya. Artinya, binatang itu disebut cecak karena suaranya kedengaran seperti cak-cak-cak. Oleh karena itu kata cecak disebut tanda bukan simbol. Lebih lanjut Fodor mengatakan bahwa problema bahasa adalah problema makna. Sebenarnya, tidak semua ahli bahasa membedakan antara simbol dan tanda. Richards (1985) menyebut kata table sebagai tanda meskipun tidak ada hubungan kausal antara objek (benda) yang dilambangkan kata itu dengan kata table.
Dari uraian di atas dapat ditangkap bahwa salah satu cara mengungkapkan makna adalah dengan bahasa, dan masih banyak cara yang lain yang dapat dipergunakan. Namun sejauh ini, apa makna dari makna, atau apa yang dimaksud dengan makna belum jelas. Bolinger (1981) menyatakan bahwa bahasa memiliki sistem fonem, yang terbentuk dari distinctive features bunyi, sistem morfem dan sintaksis. Untuk mengungkapkan makna bahasa harus berhubungan dengan dunia luar. Yang dimaksud dengan dunia luar adalah dunia di luar bahasa termasuk dunia dalam diri penutur bahasa. Dunia dalam pengertian seperti inilah disebut realita.
Penjelasan Bolinger (1981) tersebut menunjukkan bahwa makna adalah hubungan antara realita dan bahasa. Sementara realita mencakup segala sesuatu yang berada di luar bahasa. Realita itu mungkin terwujud dalam bentuk abstraksi bahasa, karena tidak ada bahasa tanpa makna. Sementara makna adalah hasil hubungan bahasa dan realita.
1.3.4        Bahasa dan Perilaku  
Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam bahasa selalu tersirat realita. Sementara perilaku selalu merujuk pada pelaku komunikasi. Komunikasi bisa terjadi jika proses decoding dan encoding berjalan dengan baik. Kedua proses ini dapat berjalan dengan baik jika baik encoder maupun decoder sama-sama memiliki pengetahuan dunia dan pengetahuan bahasa yang sama. (Omaggio, 1986).
Dengan memakai pengertian yang diberikan oleh Bolinger(1981) tentang realita,          pengetahuan dunia dapat diartikan identik dengan pengetahuan realita. Bagaimana manusia memperoleh bahasa dapat dijelaskan dengan teori-teori pemerolehan bahasa. Sedangkan pemerolehan pengetahuan dunia (realita) atau proses penghubungan bahasa dan realita pada prinsipnya sama, yakni manusia memperoleh representasi mental realita melalui pengalaman yang langsung atau melalui pemberitahuan orang lain. Misalnya seseorang menyaksikan sebuah kecelakaan terjadi, orang tersebut akan memiliki representasi mental tentang kecelakaan tersebut dari orang yang langsung menyaksikannya juga akan membentuk representasi mental tentang kecelakaan tadi. Hanya saja terjadi perbedaan representasi mental pada kedua orang itu. 
1.3.5         Fungsi Bahasa
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untukberkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).
            Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi.  Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
            Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern. 
1.3.6         Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
            Pada awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi. Seorang penulis mengekspresikan dirinya melalui tulisannya. Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun adalah sarana pengungkapan diri seorang ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi, kita dapat menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan tertentu.
            Sebagai contoh lainnya, tulisan kita dalam sebuah buku,  merupakan hasil ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca kita. Kita hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai berpikir kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada teman kita.
            Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
            Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
-         agar menarik perhatian orang  lain terhadap kita,
-         keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi
Pada taraf  permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang  sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).
1.3.7        Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
            Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griya, misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma. Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.

1.4.Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
            Bahasa disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat  hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
            Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.
            Pada saat kita mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana cara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan menggunakan kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara atau Bapak atau Anda? Bagi orang asing, pilihan kata itu penting agar ia diterima di dalam lingkungan pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan kata kamu untuk menyapa seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.

1.5.Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
Ceramah agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial. Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio. Iklan layanan masyarakat atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan pandangan orang lain mengenai suatu hal.
Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang.

1.6.  HUBUNGAN BAHASA DENGAN PEMBELAJARAN
Secara umum bahasa memiliki fungsi personal dan sosial. Fungsi personal mengacu pada peranan bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan setiap diri manusia sebagai makhluk individu.
Adapun fungsi sosial mengacu pada peranan bahasa sebagai alat komunikasi dan berinteraksi antarindividu atau antarkelompok sosial.
Halliday (1975, dalam Tompkins dan Hoskisson,1995) secara khusus mengidentifikasi fungsi-fungsi bahasa  sebagai berikut :
1.      Fungsi personal, yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan pendapat, pikiran, sikap atau perasaan pemakainya
2.      Fungis regulator, yaitu penggunaan bahasa untuk mempengaruhi sikap atau pikiran/pendapat orang lain, seperti bujukan, rayuan, permohonan atau perintah
3.      Fungsi interaksional, yaitu penggunana bahasa untuk menjalin kontak dan menjaga hubungan sosial, seperti sapaan, basa-basi, simpati atau penghiburan
4.      Fungsi Informatif, yaitu penggunaan bahasa untuk menyampaikan informasi, ilmu pengetahuan atau budaya
5.      Fungsi heuristik, yaitu penggunanan bahasa bahasa untuk belajar atau memperoleh informasi, seperti pertanyaan atau permintaan penjelasan atas sesuatu hal
6.      Fungsi imajinatif, yaitu penggunaan bahasa untuk memenuhi dan menyalurkan rasa estetsi (indah), seperti nyanyian dan karya sastra
7.      Fungsi Instrumental , yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan keinginan atau kebutuhan pemakainya, seperti saya ingin ...

1.6.1        Ragam Bahasa
Ragam bahasa adalah variasi penggunaan bahasa yang disebabkan oleh pemakai dan pemakaian
bahasa. Dari segi pemakai atau penutur bahasa, ragam bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan
pada :
1.            Daerah asal penuturan atau pemakai bahasa
2.            Kelompok sosial, dan
3.            Sikap berbahasa
Sementara dari sudut pemakaian bahasa, klasifikasi ragam bahasa dapat dilakukan berdasarkan pada :
1.            Bidang atau pokok persoalan yang diperbincangkan
2.            Sarana atau media yang dipakai
3.            Situasi atau kondisi pemakaian bahasa
Warna atau ciri berbahasa Indonesia dari suatu kelompok masyarakat yang berasal dari suatu suku atau daerah tertentu menghasilakan suatu ragama bahasa Indonesia yang disebut dengan ragam bahasa daerah atau dialek geografi.
Dari segi kelompok sosial, ragam bahasa dapat kita bedakan berdasarkan :
1.            Kedudukan pemakai bahasa;
2.            Jenis pekerjaan
3.            Pendidikan

Konsep kedudukan mengacu pada status sosial yang disandang pemakai bahasa di tengah-tengah masyarakatnya. Sebagaimana digambarkan pada skema sebelumnya, ragam bahasa Indonesia juga dapat dikelompokkan menurut pemakainya, yang terdiri dari (1) bidang atau pokok persoalan yang dibicarakan, (2) Sarana atua media yang digunakan dalam berbahasa, serta (3) situasi pemakainya.
Ragam bahasa berdasarkan situasi penggunaannya melahirkan istilah ragam resmi dan tak resmi. Sesuai dengan namanya, ragam bahasa resmi digunakan dalam situasi formal, seperti
pidato kenegaraan, karya ilmiah, surat dinas, dan dokumen pemerintah atau organisasi. Sementara itu, ragam tak resmi digunakan dalam situasi berbahas yang santai dan akrab. Misalnya dalam percakapan antara penjual dengan pembelio, anggota keluarga, teman sejawat, surat-surat pribadi, dan acara rekratif atau hiburan.
Dalam memahami masalah ragam bahasa ada tiga hal yang perlu diperhatikan :
-          Pertama         : batas antar ragam itu dalam kenyataan berbahasa tidaklah setegas dan sejalas.
-          Kedua           : dalam suatu peristiwa bahasa, hampir tidak pernah seorang pemakai bahasa hanya menggunakan satu ragam bahasa.
-          Ketiga           : tak ada satu ragam pun yang lebih baik atau lebih buruk. Semua ragam bahasa itu baik, justru harus dapat memilih ragam bahasa yang paling sesuai dengan kebutuhan dan tujuan berbahasa.
-          Hakikat Pembelajaran Bahasa
1.6.2         Konsep Belajar
Belajar adalah sebuah proses penambahan bagian demi bagian informasi baru terhadap apa yang telah mereka ketahui dan kuasai sebelumnya. Pengetahuan dibangun siswa melalui keterlibatan mereka secara aktif dalam belajar atau apa yang dikenal dengan istilah John Dewey “belajar sambil berbuat (learning by doing). Jadi keberhasilan pembelajaran tidak terletak pada seberapa banyak materi atau informasi yang disampaikan guru kepada siswa.
Padahal, ukuran utama keberhasilan pembelajaran terletak pada seberapa jauh guru dapat melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. Siswa belajar dengan menggunakan tiga cara, yaitu melalui pengalaman (dengan kegiatan langsung atau tidak langsung), pengamatan (melihat contoh atau model), dan bahasa.
Implikasinya bagi guru dalam pembelajaran adalah :
-          Pertama      :     karena siswa belajar berdasrkan apa yang telah dipahami atau dikuasai sebelumnya maka, guru hendaknya mengupayakan agar pembelajaran bertolak dari apa yang telah diketahui siswa.
-          Kedua        :     karena belajar dilakukan secara aktif oleh siswa melalui kegiatan atau pengalaman belajar yang dilaluinya maka siswalah yang berperan sebagai pusat pembelajaran.
-          Ketiga        :     dalam belajar siswa perlu berinteraksi dengan yang lain serta dukungan guru dan temannya maka guru perlu merancang kegiatan belajar bukan hanya dalam bentuk klasikal atau individual, tetapi juga dalam bentuk kelompok.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku siswa melalui latihan dan pengalaman yang dilakukannya secara aktif. Hasil belajar berupa pengetahuan, siap atau keterampilan yang dibangun siswa berdasarkan apa yang telah dipahami dan dikuasainya. Dalam pembelajaran tugas guru adalah menjadikan siswa belajar melalui penciptaan strategi dan lingkungan belajar yang menarik dan bermakna.
B.     Belajar Bahasa
Anak-anak itu belajar dan menguasai bahasa tanpa disadari dan tanpa beban, apalagi diajari secara khusus. Mereka belajar bahasa melalui pola berikut.
1.      Semua komponen, Sistem dan Keterampilan Bahasa Dipelajari secara Terpadu
2.      Belajar bahasa dilakukan secara alami dan langsung dalam konteks yang otentik
3.      Belajar bahasa dilakukan secara bertahap, sesuai dengan kebutuhannya
4.      Belajar bahasa dilakukan melalui strategi uji coba (Troal-Error) dan strategi lainnya
1.6.3         Pembelajaran Bahasa
Halliday (1979, dalam goodman,dkk.,1987) menyatakan ada tiga tipe belajar yang melibatkan bahasa :
1.    Belajar Bahasa
Kemampuan ini melibatkan dua hal, yaitu (1) kemampuan untuk menyampaikan pesan, baik secara lisan (melalui berbicara) maupun tertulis (melalui menulis), serta (2) kemampuan memahami, menafsirkan dan menerima pesan, baik yang disampaikan secara lisan (melalui kegiatan menyimak) maupun tertulis (melalui kegiatan membaca).
2.    Belajar melalui  Bahasa
Seseorang menggunakan bahasa untuk mempelajari pengetahuan, sikap, keterampilan.
3.    Belajar tentang Bahasa
Seseorang mempelejari bahasa untuk mengetahui segala hal yang terdapat pada suatu bahasa, seperti sejarah, sistem bahassa, kaidah berbahasa, dan produk bahasa seperti sastra.
Apabila kita berbicara tentang kemampuan berbahasa maka wujud kemampuan itu lazimnya diklasifikasikan menjadi empat macam :
1.            Kemampuan Menyimak atau mendengarkan
Kemampuan memahami dan menafsirkan pesan yang disampaikan secara lisan oleh orang lain.
2.            Kemampuan berbicara
Kemampuan untuk menyampaikan pesan secara lisan kepada orang lain.
3.            Kemampuan Membaca
Kemampuan untuk memahami dan menafsirkan pesan yang disampaikan secara tertulis oleh pihak lain.
4.            Kemampuan menulis
Kemampuan menyampaikan pesan kepada pihak lain secara tertulis
Dari Penelitiannya Walter Loban (1976, dal;am Tomkins dan hoskisson, 1995) menyimpulan adanya hubungan antar keterampilan berbahasa siswa dan keterampilan berbahasa dengan belajar.
Pertama : siswa dengan kemampuan berbahsa lisan (menyimak dan berbicara) yang kurang efektif cenderung kurang efektif puila kemampuan berbahasa tulisnya (membaca dan menulis)
Kedua : terdapat hubungan yang kuat antara kemampuan berbahasa siswa dengan kemampuan akademik yang diperolehnya.
Paradigma atau cfara pandang pembelajaran bahasa di sekolah dasar adalah sebagai berikut :
1.    Imersi, yaitu pembelajaran bahasa dilakukan dengan ‘menerjunkam’ siswa secara langsung dalam kegiatan berbahsa yang dipelajarinya.
2.    Pengerjaan (employment), yaitu pembelajaran bahasa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam berbagai kegiatan berbahasa yang bermakna, fungsional dan otentik.
3.    Demonstrasi, yaitu siswa belajar bahasa melaluio demonstrasi dengan pemodelan dan dukungan yang disediakan guru.
4.     Tanggung jawab (responsibility), yaitu pembelajaran bahasa yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih aktivitas berbahasa yang akan dilakukannya.
5.    Uji coba (trial-error), yaitu pembelajaran bahasa yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan dari perspektif atau sudut pandang siswa
6.     Pengharapan (expectation), artinya siswa akan berupaya utuk sukses atau berhasil dalam belajar jika ada merasa bahwa gurunya mengharapkan dia menjadi sukses.

1.7.   HUBUNGAN BAHASA DENGAN MASYARAKAT

1.7.1        SOSIOLINGUISTIK SEBAGAI HUBUNGAN BAHASA DAN MASYARAKAT 
            Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan mestilah selalu berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia mengunakan bahasa sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok.  hal tersebut dapat di buktikan dengan terbentuknyabahsa di dunia yang memiliki cirri-ciri yang unik yang meyebabkannyaberbeda dengan bahasa lainnya. Hubungan antara bahasa dengan konteks sosial tersebut 
          Bahasa adalah sistem lambang bunyi bahasa yang arbitrer yang digunakan masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa ini dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan perhatian khusus pada unsur bahasa yang berbeda-beda seperti struktur intern bahasa dikaji dalam linguistik, dengan kajian mendalam pada unsur fonem atau bunyi bahasa disebut fonologi, morfologi mempelajari struktur intern bentuk-bentuk kata,sintaksis mengkaji hubungan antarbentuk kata dalam tataran kalimat, dan lainnya. Namun kajian bahasa secara intrinsik ini tidak mampu mengungkap fenomena bahasa secara seutuhnya. Seperti misalnya dimensi kemasyarakatan bahasa yang tidak “tampak” dalam struktur bahasa. Pengkajian bahasa dengan mempertimbangkan dimensi kemasyarakatan ini yang disebut sosiolingistik.
Sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mengkaji hubungan antara bahasa dan masyarakat penuturnya. Secara umum sosiolinguistik membahas hubungan bahasa dengan penutur bahasa sebagai anggota masyarakat. Hal ini mengaitkan fungsi bahasa secara umum yaitu sebagai alat komunikasi. Sosiolingistik lazim didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa serta hubungan diantara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa.
Abdul Chaer (2004:2) berpendapat bahwa intinya sosiologi itu adalah kajian yang objektif mengenai manusia di dalam masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat, sedangkan pengertian linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.
Untuk lebih jelasnya akan di jabarkan lebih luas tentang Sosiolinguistik pada pembahasan.
1.7.2        HAKIKAT SOSIOLINGUISTIK
            Kata sosiolinguistik merupakan gabungan dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga serta proses sosial yang ada dalam masyarakat.Linguistik adalah ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian sosiolinguistik merupakan ilmuantardisiplin yang mempelajari bahasa dalam masyarakat. Di dalam masyarakat seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu yang terpisah,tetapi sebagai anggota dari kelompok social. Oleh karena itu bahasa dan pemakaiannya tidak diamati secara individual,tetapi dihubungkan dengan kegiatannya didalam masyarakat atau dipandang secara social. Di pandang secara sosial,bahasa dan pemakaiannya dipengaruhi oleh faktor linguistic dan non linguistik. Faktor linguistik yang mempengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Sedangkan faktor non linguistik yang mempengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari faktor sosial dan faktor situasional. Factor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa terdiri atas status sosial,tingkat pendidikan,umur,jenis kelamin,dsb. Sedangkan faktor situasional yang mempengaruhi bahasa terdiri dari siapa yang berbicara,dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan , dimana, dan mengenai masalah apa.
Dalam konferensi sosiolinguistik pertama di universitas University of California dirumuskan tujuh masalah yang dibicarakan dalam sosiolinguistik yaitu: (1) identitas sosial dari penutur, (2) identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi, (3) lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi (4) analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial, (5) penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran, (6) tingkatan variasi dan ragam linguistik, (7) penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.
Identitas sosial dari penutur dapat diketahui dari pertanyaan apa dan siapa penutur tersebut, dan bagaimana hubungannya dengan lawan tuturnya. Maka, identitas penutur dapat berupa anggota keluarga. Identitas penutur itu dapat mempengaruhi pilih kode dalam bertutur. Lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi dapat berupa ruang keluarga di dalam sebuah rumah tangga, di perpustakaan, di perkuliahan, dll. Tempat peristiwa tutur terjadi dapat pula mempengaruhi pilihan kode dan gaya dalam bertutur. Misalnya, di ruang perpustakaan tentunya kita harus berbicara dengan suara yang tidak keras, sedangkan dilingkungan para waria berbicara dalam mengunakan bahasa dalam kelompok tertentu dengan bahasa yang sering mereka gunakan, seperti ragam bahasa gaul. Tingkatan variasi dan ragam linguistik, bahwa sehubungan dengan heterogennya anggota suatu masyarakat tutur, adanya berbagai fungsi sosial dan politik bahasa, serta adanya tingkatan kesempurnaan kode, maka alat komunikasi, manusia yang disebut bahasa itu menjadi sangat beragam yang memiliki fungsi sosialnya masing- masing.


1.7.3        KEDUDUKAN SOSIOLINGUISTIK
Seperti telah disinggung di atas linguistik adalah cabang ilmu yang mempelajari struktur intern bahasa, atau disebut linguistik mikro, dengan cabang-cabangnya, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Kajian struktur bahasa yang melibatkan untuk di luar bahasa (struktur ekstern bahasa) disebut linguistik makro. Bidang kajian linguistik makro dibagi ke dalam dua bidang, yaitu interdispliner, yaitu kajian ilmu bahasa dengan ilmu lain atau studi antarlimu, dan terapan, yaitu kajian atau hasil kajian bahasa yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Yang tergolong dalam bidang interdisipliner antara lain fonetik (linguistik dan fisika), filsafat bahasa (filsafat dan bahasa), sosiolinguistik (sosiologi dan linguistik), psikolinguistik (psikologi dan linguistik), dan etnolinguistik (etnologi dan linguistik). Yang termasuk dalam bidang terapan antara lain pengajaran bahasa (kajian linguistik digunakan untuk memecahkan masalah belajar atau penguasaan bahasa), penerjemahan (kajian linguistik digunakan untuk memecahkan masalah alih bahasa), dan leksikografi (hasil kajian bahasa digunakan untuk menyusun kamus). Dengan demikian jelas bahwa sosiolinguistik merupakan kajian linguistik makro dan bersifat interdisipliner, merupakan studi antarilmu sosiologi dan linguistik.

1.8. HUBUNGAN BAHASA DENGAN KEILMUAN

1.8.1        HUBUNGAN ANTARA ILMU BAHASA DENAGAN ILMU JIWA
Dari segi kejiwaan didefinisikan bahwa bahasa adalah salah satu bentuk sikap manusiawi.Bahasa tersebut mempunyai hubungan dengan manusia sampai batas yang besar dan menjadi pembeda dari seluruh makhluk yang ada. Dalam hal ini ilmu jiwa mengkhususkan pelajaran tentang sikap manusiawi dan mempelajari tentang kebahasaan yang menggambarkan salah satu bagian yang mempertemukan antara ilmu bahasa dengan ilmu jiwa.
Pendidikan ibarat aliran dalam ilmu jiwa dan diluarnya, pentingnya para pendidik untuk mendirikan suatu pendidikan melalui bahasa dan perkataan yang melahirkan bahasa seperti bagian-bagian aliran, sebenarnya pentingnya membahas bahasa pada pertengahan pertama pada abad kedua puluh pada masa kerajaan atau pemerintahan. ini ibarat perbedaan zaman didalamnya dengan membahas bahasa yang lebih besar yang telah mendirikan dua perbedaan dari pembahasan bahasa dan ilmu jiwa dengan menjelaskan persiapan dan landasan dalam menerangkan bahasa, demikianlah cara untuk memahami bahasa dengan perkataan yang diibaratkan dekat dengan hatinya, dari suara dalam sebuah percakapan dan dialog, disamping mempersiapkan keinginan untuk mendengar pidatonya, sesungguhnya kegiatan ilmiah yang melalui hati ibarat perkataan yang tidak termasuk kepada kerangka ilmu bahasa. Pentingnya memahami beberapa bahasa agar mampu melakukan pembinaan dalam ilmu jiwa. Demikianlah kecenderungan hubungan antara persiapan kumpulan dan persiapan perkataan. Disamping itu bahasa bukan dari beberapa hal yang menjelaskan tentang bahasa yang menciptakan pemikirannya tentang persiapan beberapa kegiatan ilmiah lainnya dan juga dibahas dalam ilmu jiwa.
Dengan melihat kenyataan bunyi suara yang bersumber dari orang yang bercerita dan berlalu dalam bentuk suara maka jadilah pertemuan itu masuk dalam pembahasan ilmu bahasa.
Dari segi metode pelajaran dan pembahasan, maka disini terdapat perbedaan yang jelas antara metode yang dipakai oleh pakar bahasa dan pakar psikologi tentang bentuk kebahasaan (Hijazy : 1973, hal. 38/50). Pada beberapa tahun terakhir ini ada upaya untuk menafsirkan segi kebahasaan yang mengandung segi itu juga. Adapun contoh yang tidak melampaui ketentuan-ketentuan kebahasaan yang dipelajari berdasarkan pengajaran jenis dari ketentuan maka cukuplah, akan tetapi megherankan juga dari segi susunan kebahasaan. Sebagaimana terpecahnya beberapa disiplin ilmu semasa dulu.
Berdasarkan hal yang demikian maka sesungguhnya ruang lingkup ilmu jiwa  adalah merobah orang yang berbicara kepada kode/tanda, dan ini merupakan hal yang wajar menurut akal yang sempurna bagi manusia dan hasil dari padanya berubah menjadi suara yang menjadi bahasa.
Dengan berdirinya pendidikan bahasa dengan demikian kode atau tanda ini pada akal akan dianalisa maknanya. Penganalisaan akal juga termasuk kedalam pembahasan ilmu jiwa dengan menghubungkan kode atau tanda yang diberikan dari pembicara kepada pendengar dan ini merupakan ruang lingkup pembahasan ilmu bahasa. (Hijazy 1973 dari Carrol 1960 hal. 8).
Sebagian pakar bahasa dan pakar psikologi berpendapat bahwasanya mempelajari perjalanan bahasa adalah beruntung tidak untuk dipahami secara bahasa maka cukuplah, bahkan untuk menjadikan teori umum bagi ilmu psikologi. Hal ini sesungguhnya merupakan batas mempelajari bahasa psikologi pada dua puluh tahun yang lalu untuk dijadikan bagian pertemuan antara ilmu psikologi dengan ilmu bahasa. Cabang ilmu tersebut yaitu ;
-          Ilmu bahasa jiwa
-           Bagian yang sangat berkaitannya dengan ilmu jiwa bahasa
-          Psikologi bahasa


1.8.2        HUBUNGAN ANTARA ILMU DENGAN ILMU SOSIAL
Dari segi kemasyarakatan kita temukan pengetahuan-pengetahuan sosial yang bermanfaat dari keberhasilan dalam membahas bahasa. Disamping itu penting mempelajari bahasa dari segi sosial. Sebagaimana diterangkan untuk masyarakat itu sendiri.Di sini banyak contoh yang berguna mempelajari ilmu social (Hijazy :1973. hal.51) yaitu :
1.               Bahwa mempelajari lafal dan petunjuknya/dilalahnya menjadi sempurna dalam lingkaran sosial dan kemajuan
2.               Perubahan bahasa tidak dapat ditafsirkan kecuali yang sesuai dengan kemajuan dan kemasyarakatan.
3.               Persetujuan kemasyarakat memberi pengaruh terhadap kesamaan bahasa dan persamaan kebahasaan ini yang membatasi perubahan bahasa yang berlaku di kalangan masyarakat.Berdasarkan hal demikian, disini terdapat beberapa permasalahan bagi ilmu bahasa yang berhubungan langsung dengan ilmu kemasyarakatan (sosiologi) yang menitik beratkan pada ilmu tersebut diantaranya dinamakan :
-          Ilmu sosial bahasa
-           Ilmu kemasyarakatan
-          Ilmu bahasa dan kebudayaan
-          Ilmu bahasa dan antropologi
-          Ilmu antropologi bahasa









DAFTAR PUSTAKA

Abdul chair dan leonie agustina. 2010. sosiolinuistik perkenalan awal. JAKARTA:RINEKA CIPTA.

Alwasilah, a chaedar.1993.pengantar sosiologi bahasa. BANDUNG: ANGKASA.



Tidak ada komentar: