BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
DEVINISI
BAHASA
1.1.1
Pengertian
Bahasa
Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk
menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh bahasa
bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti
alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam studi
sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi,
bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi.
Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh
sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sistem
bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu
yang disebut makna atau konsep. Karena setiap lambang bunyi itu memiliki atau
menyatakan suatu konsep atau makna, maka dapat disimpulkan bahwa setiap suatu
ujaran bahasa memiliki makna. Contoh lambang bahasa yang berbunyi “nasi”
melambangkan konsep atau makna ‘sesuatu yang biasa dimakan orang sebagai
makanan pokok’.
1.1.2
Karakteristik
Bahasa
Telah disebutkan di atas bahwa bahasa adalah sebuah sistem
berupa bunyi, bersifat abitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi. Dari
pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa di antara karakteristik bahasa
adalah abitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi.
1. Bahasa Bersifat Abritrer
Bahasa
bersifat abritrer artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan
tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang
tersebut mengonsepi makna tertentu. Secara kongkret, alasan “kuda” melambangkan
‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’ adalah tidak bisa
dijelaskan.Meskipun bersifat abritrer, tetapi juga konvensional. Artinya setiap
penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang
dilambangkannya. Dia akan mematuhi, misalnya, lambang ‘buku’ hanya digunakan
untuk menyatakan ‘tumpukan kertas bercetak yang dijilid’, dan tidak untuk
melambangkan konsep yang lain, sebab jika dilakukannya berarti dia telah
melanggar konvensi itu.
2. Bahasa Bersifat Produktif
Bahasa
bersifat produktif artinya, dengan sejumlah besar unsur yang terbatas, namun
dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Misalnya, menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Purwadarminta bahasa
Indonesia hanya mempunyai kurang lebih 23.000 kosa kata, tetapi dengan 23.000
buah kata tersebut dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas.
3. Bahasa Bersifat Dinamis
Bahasa
bersifat dinamis berarti bahwa bahasa itu tidak lepas dari berbagai kemungkinan
perubahan sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran
apa saja: fonologis, morfologis, sintaksis, semantic dan leksikon. Pada setiap
waktu mungkin saja terdapat kosakata baru yang muncul, tetapi juga ada kosakata
lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi.
4. Bahasa Bersifat Beragam
Meskipun
bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu
digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan
kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran
fonologis, morfologis, sintaksis maupun pada tataran leksikon. Bahasa Jawa yang
digunakan di Surabaya berbeda dengan yang digunakan di Yogyakarta. Begitu juga
bahasa Arab yang digunakan di Mesir berbeda dengan yang digunakan di Arab
Saudi.
5. Bahasa Bersifat Manusiawi
Bahasa
sebagai alat komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai
bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang berupa bunyi atau
gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan dinamis. Manusia dalam menguasai
bahasa bukanlah secara instingtif atau naluriah, tetapi dengan cara belajar.
Hewan tidak mampu untuk mempelajari bahasa manusia, oleh karena itu dikatakan
bahwa bahasa itu bersifat manusiawi.
1.1.3
Fungsi-Fungsi
Bahasa
Konsep bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran. Bahasa
adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat
untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.
Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat atau
berfungsi untuk menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit, sebab yang
menjadi persoalan sosiolinguistik adalah “who speak what language to whom,
when and to what end”. Oleh karena itu fungsi-fungsi bahasa dapat dilihat
dari sudut penutur, pendengar, topic, kode dan amanat pembicaraan.
1. Fungsi Personal atau Pribadi
Dilihat
dari sudut penutur, bahasa berfungsi personal. Maksudnya, si penutur
menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya
mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu
menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak pendengar juga dapat menduga
apakah si penutur sedang sedih, marah atau gembira.
Fungsi
Direktif Dilihat dari sudut pendengar atau lawan bicara, bahasa berfungsi
direktif, yaitu mengatuf tingkah laku pendengar. Di sini bahasa itu tidak hanya
membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai
dengan yang dikehendaki pembicara.
2. Fungsi Fatik
Bila
dilihat segi kontak antara penutur dan pendengar, maka bahasa bersifat fatik.
Artinya bahasa berfungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan
bersahabat atau solidaritas sosial. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya
sudah berpola tetap, seperti pada waktu pamit, berjumpa atau menanyakan
keadaan. Oleh karena itu, ungkapan-ungkapan ini tidak dapat diterjemahkan
secara harfiah.
Ungkapan-ungkapan
fatik ini biasanya juga disertai dengan unsur paralinguistik, seperti senyuman,
gelengan kepala, gerak gerik tangan, air muka atau kedipan mata.
Ungkapan-ungkapan tersebut jika tidak disertai unsure paralinguistik tidak
mempunyai makna.
3. Fungsi Referensial
Dilihat
dari topik ujaran bahasa berfungsi referensial, yaitu berfungsi untuk
membicarakan objek atau peristiwa yang ada disekeliling penutur atau yang ada
dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial ini yang melahirkan paham
tradisional bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran, untuk
menyatakan bagaimana si penutur tentang dunia di sekelilingnya.
4. Fungsi Metalingual atau
Metalinguistik
Dilihat
dari segi kode yang digunakan, bahasa berfungsi metalingual atau
metalinguistik. Artinya, bahasa itu digunakan untuk membicarakan bahasa itu
sendiri. Biasanya bahasa digunakan untuk membicarakan masalah lain seperti
ekonomi, pengetahuan dan lain-lain. Tetapi dalam fungsinya di sini bahasa itu
digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini dapat dilihat
dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah bahasa dijelaskan dengan
bahasa.
5. Fungsi Imajinatif
Jika
dilihat dari segi amanat (message) yang disampaikan maka bahasa itu
berfungsi imajinatif. Bahasa itu dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran,
gagasan dan perasaan; baik yang sebenarnya maupun yang hanya imajinasi
(khayalan) saja. Fungsi imaginasi ini biasanya berupa karya seni (puisi,
cerita, dongeng dan sebagainya) yang digunakan untuk kesenangan penutur maupun para pendengarnya.
1.2. Tujuan Berbahasa
Bahasa adalah sesuatu hal yang paling penting dan paling
banyak digunakan oleh manusia yang ada di Dunia ini. Tujuan berbahasa ini tidak
lain yaitu untuk mengungkapkan atau menyampaikan pikiran (Konsep riil) manusia
kedalam pikiran orang lain, sehingga apa yang manusia satu inginkan dapat
dimengerti oleh manusia yang lainnya.
Dengan
adanya saling pengertian antara manusia satu dengan manusia yang lainnya maka
akan muncullah kerjasama antar sesama manusia, sehingga manusia satu dapat
melengkapi kebutuhan manusia.
yang
lainnya, dan juga sebaliknya. Seperti yang kita lihat di pasar. Dengan
menggunakan bahasa pembeli dapat mengungkapkan pikirannya kepada pedagang,
setelah keduanya saling mengerti tentang apa yang telah diinginkan dari
keduannya tersebut maka muncullah kerjasama yang mengakibatkan kedua orang
tersebut mencapai apa yang telah diinginkan.
Jadi
itulah tujuan dari berbahasa, yaitu untuk mencapai apa yang telah diinginkan
oleh pikiran manusia.
A.
Pembicara (komunikasi)
-
Ingin
menyatakan sesuatu kepada pendengar
-
Ingin
menyampaikan tujuan kepada pendengar
-
Ingin
menerapakan metode berbahasa sesuai dengan bahasanya
B. Pendengar
(komunikator)
-
Ingin mempelajari sesuatu yang di
katakana penbicara
-
Ingin memahami tujuan yang di sampaikan
pembicara
-
Ingin mengunakan metode berbahasa yang
disampaikan pembicara
Contoh:
-
Halo apa kabar
-
Kabar baik mas
-
Sapaan saya ingin berkenalan dengan adik
yang cantik
-
Mas bisa saja padahal saya tidak cantik
merayu ya
1.3. FUNGSI BAHASA
1.3.1
Pengertian Bahasa
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1),
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan
mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi.
Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan
mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau
tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila
dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi
yang lemah.
Bahasa memberikan kemungkinan yang
jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan
media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan
simbol atau perlambang.
1.3.2
Aspek Bahasa
Bahasa merupakan suatu sistem
komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer,
yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Ia merupakan
simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan
makna tertentu pula. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu,
yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat
diserap oleh panca indra.
Berarti bahasa mencakup dua bidang,
yaitu vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan arti atau makna yaitu
hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang
diwakilinya,itu. Bunyi itu juga merupakan getaran yang merangsang alat
pendengar kita (=yang diserap oleh panca indra kita, sedangkan arti adalah isi
yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari
orang lain).
Arti yang terkandung dalam suatu
rangkaian bunyi bersifat arbitrer atau manasuka. Arbitrer atau manasuka
berarti tidak terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkaian bunyi tertentu
harus mengandung arti yang tertentu pula. Apakah seekor hewan dengan ciri-ciri
tertentu dinamakan anjing, dog, hund, chien atau canis itu tergantung
dari kesepakatan anggota masyarakat bahasa itu masing-masing.
Benarkah Bahasa Mempengaruhi Perilaku
Manusia?
Menurut Sabriani (1963),
mempertanyakan bahwa apakah bahasa mempengaruhi perilaku manusia atau tidak? Sebenarnya ada variabel lain
yang berada diantara variabel bahasa dan perilaku. Variabel tersebut adalah
variabel realita. Jika hal ini benar, maka terbukalah peluang bahwa belum tentu
bahasa yang mempengaruhi perilaku manusia, bisa jadi realita atau keduanya.
Kehadiran
realita dan hubungannya dengan variabel lain, yakni bahasa dan perilaku, perlu
dibuktikan kebenarannya. Selain itu, perlu juga dicermati bahwa istilah
perilaku menyiratkan
penutur. Istilah perilaku merujuk ke perilaku penutur bahasa, yang dalam artian
komunikasi mencakup pendengar, pembaca, pembicara, dan penulis.
1.3.3
Bahasa dan
Realita
Fodor (1974) mengatakan bahwa bahasa
adalah sistem simbol dan tanda. Yang dimaksud dengan sistem simbol adalah
hubungan simbol dengan makna yang bersifat konvensional. Sedangkan yang
dimaksud dengan sistem tanda adalah bahwa hubungan tanda dan makna bukan
konvensional tetapi ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang dimiliki
benda atau situasi yang
dimaksud. Dalam bahasa Indonesia
kata cecak memiliki hubungan kausal dengan referennya atau binatangnya.
Artinya, binatang itu disebut cecak karena suaranya kedengaran seperti
cak-cak-cak. Oleh karena itu kata cecak disebut tanda bukan simbol. Lebih
lanjut Fodor mengatakan bahwa problema bahasa adalah problema makna.
Sebenarnya, tidak semua ahli bahasa membedakan antara simbol dan tanda.
Richards (1985) menyebut kata table sebagai tanda meskipun tidak ada
hubungan kausal antara objek (benda) yang dilambangkan kata itu dengan kata table.
Dari
uraian di atas dapat ditangkap bahwa salah satu cara mengungkapkan makna adalah
dengan bahasa, dan masih banyak cara yang lain yang dapat dipergunakan. Namun
sejauh ini, apa makna dari makna, atau apa yang dimaksud dengan makna belum
jelas. Bolinger (1981) menyatakan bahwa bahasa memiliki sistem fonem, yang
terbentuk dari distinctive features bunyi, sistem morfem dan sintaksis.
Untuk mengungkapkan makna bahasa harus berhubungan dengan dunia luar. Yang
dimaksud dengan dunia luar adalah dunia di luar bahasa termasuk dunia dalam
diri penutur bahasa. Dunia dalam pengertian seperti inilah disebut realita.
Penjelasan
Bolinger (1981) tersebut menunjukkan bahwa makna adalah hubungan antara realita
dan bahasa. Sementara realita mencakup segala sesuatu yang berada di luar
bahasa. Realita itu mungkin terwujud dalam bentuk abstraksi bahasa, karena
tidak ada bahasa tanpa makna. Sementara makna adalah hasil hubungan bahasa dan
realita.
1.3.4
Bahasa dan Perilaku
Seperti
yang telah diuraikan di atas, dalam bahasa selalu tersirat realita. Sementara
perilaku selalu merujuk pada pelaku komunikasi. Komunikasi bisa terjadi jika
proses decoding dan encoding berjalan dengan baik. Kedua proses
ini dapat berjalan dengan baik jika baik encoder maupun decoder
sama-sama memiliki pengetahuan dunia dan pengetahuan bahasa yang sama.
(Omaggio, 1986).
Dengan
memakai pengertian yang diberikan oleh Bolinger(1981) tentang realita, pengetahuan dunia dapat diartikan
identik dengan pengetahuan realita. Bagaimana manusia memperoleh bahasa dapat
dijelaskan dengan teori-teori pemerolehan bahasa. Sedangkan pemerolehan
pengetahuan dunia (realita) atau proses penghubungan bahasa dan realita pada
prinsipnya sama, yakni manusia memperoleh representasi mental realita
melalui pengalaman yang langsung atau melalui pemberitahuan orang lain.
Misalnya seseorang menyaksikan sebuah kecelakaan terjadi, orang tersebut akan
memiliki representasi mental tentang kecelakaan tersebut dari orang yang
langsung menyaksikannya juga akan membentuk representasi mental tentang
kecelakaan tadi. Hanya saja terjadi perbedaan representasi mental pada
kedua orang itu.
1.3.5
Fungsi Bahasa
Menurut
Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang
paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis.
Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak
dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih
jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil
menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi
lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti
berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan
bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut
untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu,
kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan
bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau
istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes,
sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan
tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui
bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan
tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi
bahasa.
Pada
dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan
kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai
alat untukberkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan
beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat
untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).
Derasnya arus globalisasi di dalam
kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa
sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan
dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau
harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik,
ekonomi, maupun komunikasi.
Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya
khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan
berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan
sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan
iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut
Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak
dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya,
ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan
produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana
pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa
peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat
berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa
sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam
menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa
merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu
sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik
dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa
Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa
Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana
komunikasi masyarakat modern.
1.3.6
Bahasa
sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada awalnya, seorang anak
menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada
sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak
tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya,
melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah
kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun
untuk berkomunikasi. Seorang penulis mengekspresikan dirinya melalui tulisannya.
Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun adalah sarana pengungkapan diri seorang
ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi,
kita dapat menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan
tertentu.
Sebagai contoh lainnya, tulisan kita
dalam sebuah buku, merupakan hasil
ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca
kita. Kita hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah
tulisan itu dipahami orang lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis
surat kepada orang lain, kita mulai berpikir kepada siapakah surat itu akan
ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang berbeda kepada orang yang kita
hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada teman kita.
Pada saat menggunakan bahasa sebagai
alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan
atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak
sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Fungsi
ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk
berkomunikasi.
Sebagai alat untuk menyatakan
ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di
dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita.
Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
- agar
menarik perhatian orang lain terhadap
kita,
- keinginan
untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi
Pada
taraf permulaan, bahasa pada anak-anak
sebagian berkembang sebagai alat untuk
menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).
1.3.7
Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi
merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan
sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain.
Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai
oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman
dengan kita.
Sebagai
alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan
perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga.
Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan
mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin
dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima
oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita.
Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain
membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau
khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan
memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada
saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga
mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena
itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya,
kata makro hanya dipahami
oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih mudah dimengerti
oleh masyarakat umum. Kata griya,
misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma.
Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih
komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro akan memberi nuansa lain pada
bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa
tradisional.
Bahasa
sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan
alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan
sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara
kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik
sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.
1.4.Bahasa sebagai Alat Integrasi dan
Adaptasi Sosial
Bahasa disamping sebagai salah satu
unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman
mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta
belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien
melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap
orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya,
serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh
mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya.
Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan
masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
Cara berbahasa tertentu selain berfungsi
sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi
sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan
memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang
kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda.
Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan
menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.
Pada saat kita mempelajari bahasa
asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana cara menggunakan bahasa
tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan menggunakan kata tertentu,
kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasa
Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara atau Bapak
atau Anda? Bagi orang
asing, pilihan kata itu penting agar ia diterima di dalam lingkungan pergaulan
orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan kata kamu untuk menyapa
seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan
sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut.
Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah berbaur dan
menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.
1.5.Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Sebagai
alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan
pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi,
maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku
instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol
sosial.
Ceramah
agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol
sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol
sosial. Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk
show) di televisi dan radio. Iklan layanan masyarakat atau layanan sosial
merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua
itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara untuk
memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik. Di
samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan pandangan orang lain
mengenai suatu hal.
Contoh
fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan
adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang
sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan
marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita
berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas
dan tenang.
1.6. HUBUNGAN BAHASA DENGAN PEMBELAJARAN
Secara umum
bahasa memiliki fungsi personal dan sosial. Fungsi personal mengacu pada
peranan bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan setiap
diri manusia sebagai makhluk individu.
Adapun fungsi
sosial mengacu pada peranan bahasa sebagai alat komunikasi dan berinteraksi
antarindividu atau antarkelompok sosial.
Halliday (1975,
dalam Tompkins dan Hoskisson,1995) secara khusus mengidentifikasi fungsi-fungsi
bahasa sebagai berikut :
1. Fungsi
personal, yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan pendapat, pikiran, sikap
atau perasaan pemakainya
2. Fungis
regulator, yaitu penggunaan bahasa untuk mempengaruhi sikap atau pikiran/pendapat
orang lain, seperti bujukan, rayuan, permohonan atau perintah
3. Fungsi
interaksional, yaitu penggunana bahasa untuk menjalin kontak dan menjaga
hubungan sosial, seperti sapaan, basa-basi, simpati atau penghiburan
4. Fungsi
Informatif, yaitu penggunaan bahasa untuk menyampaikan informasi, ilmu
pengetahuan atau budaya
5.
Fungsi heuristik, yaitu penggunanan
bahasa bahasa untuk belajar atau memperoleh informasi, seperti pertanyaan atau
permintaan penjelasan atas sesuatu hal
6.
Fungsi imajinatif, yaitu penggunaan bahasa
untuk memenuhi dan menyalurkan rasa estetsi (indah), seperti nyanyian dan karya
sastra
7. Fungsi
Instrumental , yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan keinginan atau
kebutuhan pemakainya, seperti saya ingin ...
1.6.1
Ragam Bahasa
Ragam bahasa
adalah variasi penggunaan bahasa yang disebabkan oleh pemakai dan pemakaian
bahasa. Dari
segi pemakai atau penutur bahasa, ragam bahasa dapat diklasifikasikan
berdasarkan
pada :
1.
Daerah asal penuturan atau pemakai
bahasa
2.
Kelompok sosial, dan
3.
Sikap berbahasa
Sementara dari
sudut pemakaian bahasa, klasifikasi ragam bahasa dapat dilakukan berdasarkan
pada :
1.
Bidang atau pokok persoalan yang
diperbincangkan
2.
Sarana atau media yang dipakai
3.
Situasi atau kondisi pemakaian bahasa
Warna atau ciri
berbahasa Indonesia dari suatu kelompok masyarakat yang berasal dari suatu suku
atau daerah tertentu menghasilakan suatu ragama bahasa Indonesia yang disebut
dengan ragam bahasa daerah atau dialek geografi.
Dari segi
kelompok sosial, ragam bahasa dapat kita bedakan berdasarkan :
1.
Kedudukan pemakai bahasa;
2.
Jenis pekerjaan
3.
Pendidikan
Konsep
kedudukan mengacu pada status sosial yang disandang pemakai bahasa di
tengah-tengah masyarakatnya. Sebagaimana digambarkan pada skema sebelumnya,
ragam bahasa Indonesia juga dapat dikelompokkan menurut pemakainya, yang
terdiri dari (1) bidang atau pokok persoalan yang dibicarakan, (2) Sarana atua
media yang digunakan dalam berbahasa, serta (3) situasi pemakainya.
Ragam bahasa
berdasarkan situasi penggunaannya melahirkan istilah ragam resmi dan tak resmi.
Sesuai dengan namanya, ragam bahasa resmi digunakan dalam situasi formal,
seperti
pidato
kenegaraan, karya ilmiah, surat dinas, dan dokumen pemerintah atau organisasi.
Sementara itu, ragam tak resmi digunakan dalam situasi berbahas yang santai dan
akrab. Misalnya dalam percakapan antara penjual dengan pembelio, anggota
keluarga, teman sejawat, surat-surat pribadi, dan acara rekratif atau hiburan.
Dalam memahami
masalah ragam bahasa ada tiga hal yang perlu diperhatikan :
-
Pertama
: batas antar ragam itu dalam
kenyataan berbahasa tidaklah setegas dan sejalas.
-
Kedua
: dalam suatu peristiwa
bahasa, hampir tidak pernah seorang pemakai bahasa hanya menggunakan satu ragam
bahasa.
-
Ketiga
: tak ada satu ragam pun
yang lebih baik atau lebih buruk. Semua ragam bahasa itu baik, justru harus
dapat memilih ragam bahasa yang paling sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
berbahasa.
-
Hakikat Pembelajaran Bahasa
1.6.2
Konsep
Belajar
Belajar adalah
sebuah proses penambahan bagian demi bagian informasi baru terhadap apa yang
telah mereka ketahui dan kuasai sebelumnya. Pengetahuan dibangun siswa melalui
keterlibatan mereka secara aktif dalam belajar atau apa yang dikenal dengan
istilah John Dewey “belajar sambil berbuat (learning by doing). Jadi
keberhasilan pembelajaran tidak terletak pada seberapa banyak materi atau
informasi yang disampaikan guru kepada siswa.
Padahal, ukuran
utama keberhasilan pembelajaran terletak pada seberapa jauh guru dapat
melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. Siswa belajar dengan menggunakan
tiga cara, yaitu melalui pengalaman (dengan kegiatan langsung atau tidak
langsung), pengamatan (melihat contoh atau model), dan bahasa.
Implikasinya
bagi guru dalam pembelajaran adalah :
-
Pertama :
karena siswa belajar berdasrkan apa yang telah dipahami atau
dikuasai sebelumnya maka, guru hendaknya mengupayakan agar pembelajaran
bertolak dari apa yang telah diketahui siswa.
-
Kedua
: karena belajar
dilakukan secara aktif oleh siswa melalui kegiatan atau pengalaman belajar yang
dilaluinya maka siswalah yang berperan sebagai pusat pembelajaran.
-
Ketiga
: dalam belajar siswa
perlu berinteraksi dengan yang lain serta dukungan guru dan temannya maka guru
perlu merancang kegiatan belajar bukan hanya dalam bentuk klasikal atau
individual, tetapi juga dalam bentuk kelompok.
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku siswa
melalui latihan dan pengalaman yang dilakukannya secara aktif. Hasil belajar
berupa pengetahuan, siap atau keterampilan yang dibangun siswa berdasarkan apa
yang telah dipahami dan dikuasainya. Dalam pembelajaran tugas guru adalah
menjadikan siswa belajar melalui penciptaan strategi dan lingkungan belajar
yang menarik dan bermakna.
B. Belajar Bahasa
Anak-anak itu
belajar dan menguasai bahasa tanpa disadari dan tanpa beban, apalagi diajari
secara khusus. Mereka belajar bahasa melalui pola berikut.
1.
Semua komponen, Sistem dan Keterampilan Bahasa Dipelajari secara Terpadu
2.
Belajar bahasa dilakukan secara alami dan langsung dalam konteks yang otentik
3.
Belajar bahasa dilakukan secara bertahap, sesuai dengan kebutuhannya
4.
Belajar bahasa dilakukan melalui strategi uji coba (Troal-Error) dan strategi
lainnya
1.6.3
Pembelajaran
Bahasa
Halliday (1979,
dalam goodman,dkk.,1987) menyatakan ada tiga tipe belajar yang melibatkan
bahasa :
1. Belajar Bahasa
Kemampuan ini
melibatkan dua hal, yaitu (1) kemampuan untuk menyampaikan pesan, baik secara
lisan (melalui berbicara) maupun tertulis (melalui menulis), serta (2)
kemampuan memahami, menafsirkan dan menerima pesan, baik yang disampaikan
secara lisan (melalui kegiatan menyimak) maupun tertulis (melalui kegiatan
membaca).
2. Belajar
melalui Bahasa
Seseorang
menggunakan bahasa untuk mempelajari pengetahuan, sikap, keterampilan.
3. Belajar tentang
Bahasa
Seseorang
mempelejari bahasa untuk mengetahui segala hal yang terdapat pada suatu bahasa,
seperti sejarah, sistem bahassa, kaidah berbahasa, dan produk bahasa seperti
sastra.
Apabila kita
berbicara tentang kemampuan berbahasa maka wujud kemampuan itu lazimnya
diklasifikasikan menjadi empat macam :
1.
Kemampuan Menyimak atau mendengarkan
Kemampuan memahami dan menafsirkan
pesan yang disampaikan secara lisan oleh orang lain.
2.
Kemampuan berbicara
Kemampuan untuk menyampaikan pesan
secara lisan kepada orang lain.
3.
Kemampuan Membaca
Kemampuan untuk memahami dan
menafsirkan pesan yang disampaikan secara tertulis oleh pihak lain.
4.
Kemampuan menulis
Kemampuan menyampaikan pesan kepada
pihak lain secara tertulis
Dari Penelitiannya Walter Loban (1976,
dal;am Tomkins dan hoskisson, 1995) menyimpulan adanya hubungan antar keterampilan
berbahasa siswa dan keterampilan berbahasa dengan belajar.
Pertama : siswa dengan kemampuan
berbahsa lisan (menyimak dan berbicara) yang kurang efektif cenderung kurang
efektif puila kemampuan berbahasa tulisnya (membaca dan menulis)
Kedua : terdapat hubungan yang kuat
antara kemampuan berbahasa siswa dengan kemampuan akademik yang diperolehnya.
Paradigma atau
cfara pandang pembelajaran bahasa di sekolah dasar adalah sebagai berikut :
1. Imersi, yaitu
pembelajaran bahasa dilakukan dengan ‘menerjunkam’ siswa secara langsung dalam
kegiatan berbahsa yang dipelajarinya.
2. Pengerjaan
(employment), yaitu pembelajaran bahasa dilakukan dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk terlibat aktif dalam berbagai kegiatan berbahasa yang
bermakna, fungsional dan otentik.
3. Demonstrasi,
yaitu siswa belajar bahasa melaluio demonstrasi dengan pemodelan dan dukungan
yang disediakan guru.
4. Tanggung jawab (responsibility), yaitu
pembelajaran bahasa yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih
aktivitas berbahasa yang akan dilakukannya.
5. Uji coba
(trial-error), yaitu pembelajaran bahasa yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk melakukan kegiatan dari perspektif atau sudut pandang siswa
6. Pengharapan
(expectation), artinya siswa akan berupaya utuk sukses atau berhasil dalam
belajar jika ada merasa bahwa gurunya mengharapkan dia menjadi sukses.
1.7.
HUBUNGAN BAHASA DENGAN MASYARAKAT
Manusia
adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan mestilah selalu
berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia mengunakan
bahasa sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. hal tersebut dapat di buktikan dengan
terbentuknyabahsa di dunia yang memiliki cirri-ciri yang unik yang
meyebabkannyaberbeda dengan bahasa lainnya. Hubungan antara bahasa dengan konteks
sosial tersebut
Bahasa adalah sistem lambang bunyi bahasa yang arbitrer yang digunakan
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Bahasa ini dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan perhatian khusus pada
unsur bahasa yang berbeda-beda seperti struktur intern bahasa dikaji dalam
linguistik, dengan kajian mendalam pada unsur fonem atau bunyi bahasa disebut
fonologi, morfologi mempelajari struktur intern bentuk-bentuk kata,sintaksis
mengkaji hubungan antarbentuk kata dalam tataran kalimat, dan lainnya. Namun
kajian bahasa secara intrinsik ini tidak mampu mengungkap fenomena bahasa
secara seutuhnya. Seperti misalnya dimensi kemasyarakatan bahasa yang tidak
“tampak” dalam struktur bahasa. Pengkajian bahasa dengan mempertimbangkan dimensi
kemasyarakatan ini yang disebut sosiolingistik.
Sosiolinguistik adalah cabang
linguistik yang mengkaji hubungan antara bahasa dan masyarakat penuturnya. Secara umum sosiolinguistik membahas
hubungan bahasa dengan penutur bahasa sebagai anggota masyarakat. Hal ini
mengaitkan fungsi bahasa secara umum yaitu sebagai alat komunikasi.
Sosiolingistik lazim didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan
berbagai variasi bahasa serta hubungan diantara para bahasawan dengan ciri
fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa.
Abdul Chaer (2004:2) berpendapat bahwa
intinya sosiologi itu adalah kajian yang objektif mengenai manusia di dalam
masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam
masyarakat, sedangkan pengertian linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari
bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa Sosiolinguistik adalah bidang ilmu
antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa
itu di dalam masyarakat.
Untuk lebih jelasnya akan di jabarkan lebih luas tentang
Sosiolinguistik pada pembahasan.
1.7.2
HAKIKAT
SOSIOLINGUISTIK
Kata sosiolinguistik merupakan gabungan dari kata sosiologi dan linguistik.
Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam
masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga serta proses sosial yang ada dalam
masyarakat.Linguistik adalah ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Dengan demikian sosiolinguistik merupakan ilmuantardisiplin yang
mempelajari bahasa dalam masyarakat. Di dalam masyarakat seseorang tidak lagi
dipandang sebagai individu yang terpisah,tetapi sebagai anggota dari kelompok
social. Oleh karena itu bahasa dan pemakaiannya tidak diamati secara individual,tetapi
dihubungkan dengan kegiatannya didalam masyarakat atau dipandang secara social.
Di pandang secara sosial,bahasa dan pemakaiannya dipengaruhi oleh faktor
linguistic dan non linguistik. Faktor linguistik yang mempengaruhi bahasa dan
pemakaiannya terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.
Sedangkan faktor non linguistik yang mempengaruhi bahasa dan pemakaiannya
terdiri dari faktor sosial dan faktor situasional. Factor sosial yang
mempengaruhi pemakaian bahasa terdiri atas status sosial,tingkat
pendidikan,umur,jenis kelamin,dsb. Sedangkan faktor situasional yang
mempengaruhi bahasa terdiri dari siapa yang berbicara,dengan bahasa apa, kepada
siapa, kapan , dimana, dan mengenai masalah apa.
Dalam
konferensi sosiolinguistik pertama di universitas University of California
dirumuskan tujuh masalah yang dibicarakan dalam sosiolinguistik yaitu: (1)
identitas sosial dari penutur, (2) identitas sosial dari pendengar yang
terlibat dalam proses komunikasi, (3) lingkungan sosial tempat peristiwa tutur
terjadi (4) analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial, (5)
penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran,
(6) tingkatan variasi dan ragam linguistik, (7) penerapan praktis dari
penelitian sosiolinguistik.
Identitas
sosial dari penutur dapat diketahui dari pertanyaan apa dan siapa penutur
tersebut, dan bagaimana hubungannya dengan lawan tuturnya. Maka, identitas
penutur dapat berupa anggota keluarga. Identitas penutur itu dapat mempengaruhi
pilih kode dalam bertutur. Lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi
dapat berupa ruang keluarga di dalam sebuah rumah tangga, di perpustakaan, di
perkuliahan, dll. Tempat peristiwa tutur terjadi dapat pula mempengaruhi
pilihan kode dan gaya dalam bertutur. Misalnya, di ruang perpustakaan tentunya
kita harus berbicara dengan suara yang tidak keras, sedangkan dilingkungan para
waria berbicara dalam mengunakan bahasa dalam kelompok tertentu dengan bahasa
yang sering mereka gunakan, seperti ragam bahasa gaul. Tingkatan variasi dan
ragam linguistik, bahwa sehubungan dengan heterogennya anggota suatu masyarakat
tutur, adanya berbagai fungsi sosial dan politik bahasa, serta adanya tingkatan
kesempurnaan kode, maka alat komunikasi, manusia yang disebut bahasa itu menjadi
sangat beragam yang memiliki fungsi sosialnya masing- masing.
1.7.3
KEDUDUKAN
SOSIOLINGUISTIK
Seperti
telah disinggung di atas linguistik adalah cabang ilmu yang mempelajari
struktur intern bahasa, atau disebut linguistik mikro, dengan cabang-cabangnya,
yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Kajian struktur bahasa yang
melibatkan untuk di luar bahasa (struktur ekstern bahasa) disebut linguistik
makro. Bidang kajian linguistik makro dibagi ke dalam dua bidang, yaitu
interdispliner, yaitu kajian ilmu bahasa dengan ilmu lain atau studi antarlimu,
dan terapan, yaitu kajian atau hasil kajian bahasa yang digunakan untuk
memecahkan masalah-masalah praktis. Yang tergolong dalam bidang interdisipliner
antara lain fonetik (linguistik dan fisika), filsafat bahasa (filsafat dan
bahasa), sosiolinguistik (sosiologi dan linguistik), psikolinguistik (psikologi
dan linguistik), dan etnolinguistik (etnologi dan linguistik). Yang termasuk
dalam bidang terapan antara lain pengajaran bahasa (kajian linguistik digunakan
untuk memecahkan masalah belajar atau penguasaan bahasa), penerjemahan (kajian
linguistik digunakan untuk memecahkan masalah alih bahasa), dan leksikografi
(hasil kajian bahasa digunakan untuk menyusun kamus). Dengan demikian jelas
bahwa sosiolinguistik merupakan kajian linguistik makro dan bersifat
interdisipliner, merupakan studi antarilmu sosiologi dan linguistik.
1.8.
HUBUNGAN BAHASA DENGAN KEILMUAN
1.8.1
HUBUNGAN ANTARA ILMU BAHASA DENAGAN ILMU
JIWA
Dari
segi kejiwaan didefinisikan bahwa bahasa adalah salah satu bentuk sikap
manusiawi.Bahasa tersebut mempunyai hubungan dengan manusia sampai batas yang
besar dan menjadi pembeda dari seluruh makhluk yang ada. Dalam hal ini ilmu
jiwa mengkhususkan pelajaran tentang sikap manusiawi dan mempelajari tentang kebahasaan
yang menggambarkan salah satu bagian yang mempertemukan antara ilmu bahasa
dengan ilmu jiwa.
Pendidikan
ibarat aliran dalam ilmu jiwa dan diluarnya, pentingnya para pendidik untuk
mendirikan suatu pendidikan melalui bahasa dan perkataan yang melahirkan bahasa
seperti bagian-bagian aliran, sebenarnya pentingnya membahas bahasa pada
pertengahan pertama pada abad kedua puluh pada masa kerajaan atau pemerintahan.
ini ibarat perbedaan zaman didalamnya dengan membahas bahasa yang lebih besar
yang telah mendirikan dua perbedaan dari pembahasan bahasa dan ilmu jiwa dengan
menjelaskan persiapan dan landasan dalam menerangkan bahasa, demikianlah cara
untuk memahami bahasa dengan perkataan yang diibaratkan dekat dengan hatinya,
dari suara dalam sebuah percakapan dan dialog, disamping mempersiapkan
keinginan untuk mendengar pidatonya, sesungguhnya kegiatan ilmiah yang melalui
hati ibarat perkataan yang tidak termasuk kepada kerangka ilmu bahasa.
Pentingnya memahami beberapa bahasa agar mampu melakukan pembinaan dalam ilmu
jiwa. Demikianlah kecenderungan hubungan antara persiapan kumpulan dan
persiapan perkataan. Disamping itu bahasa bukan dari beberapa hal yang
menjelaskan tentang bahasa yang menciptakan pemikirannya tentang persiapan
beberapa kegiatan ilmiah lainnya dan juga dibahas dalam ilmu jiwa.
Dengan
melihat kenyataan bunyi suara yang bersumber dari orang yang bercerita dan
berlalu dalam bentuk suara maka jadilah pertemuan itu masuk dalam pembahasan
ilmu bahasa.
Dari
segi metode pelajaran dan pembahasan, maka disini terdapat perbedaan yang jelas
antara metode yang dipakai oleh pakar bahasa dan pakar psikologi tentang bentuk
kebahasaan (Hijazy : 1973, hal. 38/50). Pada beberapa tahun terakhir ini ada
upaya untuk menafsirkan segi kebahasaan yang mengandung segi itu juga. Adapun
contoh yang tidak melampaui ketentuan-ketentuan kebahasaan yang dipelajari
berdasarkan pengajaran jenis dari ketentuan maka cukuplah, akan tetapi
megherankan juga dari segi susunan kebahasaan. Sebagaimana terpecahnya beberapa
disiplin ilmu semasa dulu.
Berdasarkan
hal yang demikian maka sesungguhnya ruang lingkup ilmu jiwa adalah merobah orang yang berbicara kepada
kode/tanda, dan ini merupakan hal yang wajar menurut akal yang sempurna bagi
manusia dan hasil dari padanya berubah menjadi suara yang menjadi bahasa.
Dengan
berdirinya pendidikan bahasa dengan demikian kode atau tanda ini pada akal akan
dianalisa maknanya. Penganalisaan akal juga termasuk kedalam pembahasan ilmu
jiwa dengan menghubungkan kode atau tanda yang diberikan dari pembicara kepada
pendengar dan ini merupakan ruang lingkup pembahasan ilmu bahasa. (Hijazy 1973
dari Carrol 1960 hal. 8).
Sebagian
pakar bahasa dan pakar psikologi berpendapat bahwasanya mempelajari perjalanan
bahasa adalah beruntung tidak untuk dipahami secara bahasa maka cukuplah,
bahkan untuk menjadikan teori umum bagi ilmu psikologi. Hal ini sesungguhnya
merupakan batas mempelajari bahasa psikologi pada dua puluh tahun yang lalu
untuk dijadikan bagian pertemuan antara ilmu psikologi dengan ilmu bahasa. Cabang
ilmu tersebut yaitu ;
-
Ilmu bahasa jiwa
-
Bagian yang sangat
berkaitannya dengan ilmu jiwa bahasa
-
Psikologi bahasa
1.8.2
HUBUNGAN ANTARA ILMU DENGAN ILMU SOSIAL
Dari
segi kemasyarakatan kita temukan pengetahuan-pengetahuan sosial yang bermanfaat
dari keberhasilan dalam membahas bahasa. Disamping itu penting mempelajari
bahasa dari segi sosial. Sebagaimana diterangkan untuk masyarakat itu
sendiri.Di sini banyak contoh yang berguna mempelajari ilmu social (Hijazy
:1973. hal.51) yaitu :
1.
Bahwa mempelajari lafal dan
petunjuknya/dilalahnya menjadi sempurna dalam lingkaran sosial dan kemajuan
2.
Perubahan bahasa tidak dapat ditafsirkan
kecuali yang sesuai dengan kemajuan dan kemasyarakatan.
3.
Persetujuan kemasyarakat memberi
pengaruh terhadap kesamaan bahasa dan persamaan kebahasaan ini yang membatasi
perubahan bahasa yang berlaku di kalangan masyarakat.Berdasarkan hal demikian,
disini terdapat beberapa permasalahan bagi ilmu bahasa yang berhubungan
langsung dengan ilmu kemasyarakatan (sosiologi) yang menitik beratkan pada ilmu
tersebut diantaranya dinamakan :
-
Ilmu sosial bahasa
-
Ilmu kemasyarakatan
-
Ilmu bahasa dan kebudayaan
-
Ilmu bahasa dan antropologi
-
Ilmu antropologi bahasa
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
chair dan leonie agustina. 2010. sosiolinuistik perkenalan awal. JAKARTA:RINEKA
CIPTA.
Alwasilah,
a chaedar.1993.pengantar sosiologi bahasa. BANDUNG: ANGKASA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar