Wikipedia

Hasil penelusuran

Kamis, 20 Maret 2014

ANALISIS LEGENDA BATU TINGGANG YANG TERDAPAT DI DUSUN BATU TINGGANG DESA LABULIA KECAMATAN JONGGAT KABUPATEN LOMBOK TENGAH


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sastra daerah yang berbentuk lisan maupun tulisan merupakan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. Salah satu sastra daerah yang perlu dilestarikan adalah cerita rakya (legenda). Pada masyarakat Sasak sebagai salah satu kultur budaya yang mengandung pesona dari dahulu hingga sekarang. Cerita rakyat merupakan warisan leluhur kita yang mengandung banyak nilai budaya untuk melestarikan sastra daerah. Cerita yang diterima dari pendahulu, kemudian kepada penerus yang  disampaikan dalam bentuk cerita tutur atau dari mulut ke mulut. Setiap wilayah tentunya mempunyai legenda yang dituturkan secara lisan.
Cerita rakyat yang pada mulanya dilisankan selain berfungsi untuk menghibur, juga dapat memberikan pendidikan moral, namun sekarang sudah digeser oleh berbagai bentuk hiburan yang lebih menarik dalam berbagai jenis siaran melalui televisi, radio, surat kabar, dan lain sebagainya. Supaya kultur budaya masyarakat tidak tergeser oleh perkembangan kebudayaan modern yang bersifat temporatif atau sementara. Hal ini disebabkan karena legenda-legenda yang hidup dan berkembang pada masyarakat lebih bersifat abstrak dan imajinatif. Agar berbagai cerita rakyat tersebut tidak punah dan terjaga, sebagai sebuah karya seni yang indah dan luhur, sastra lama patut  dilestariankan.
Setiap daerah, khususnya yang ada di daerah Lombok, memiliki beragam kebudayaan. Hal itu dapat di sinyalir bahwa legenda mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting dalam masyarakat pendukungnya. Ini semua terangkat dari nilai universal struktur pikiran manusia dan nilai kebudayaan. Salah satu bentuk ungkapan tradisional yang tumbuh dan berkembang dari kebudayaan suku Sasak di pulau Lombok adalah nilai-nilai yang terkandung dalam legenda yang ada di daerah Lombok yang berkembang pada masyarakat Sasak hingga dewasa ini. Nilai-nilai yang terkandung dalam legenda-legenda tersebut berfungsi sebagai pengikat secara kolektif pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik kehidupan sosial budaya maupun dalam kehidupan bermasyarakat secara umum, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Seni sebagia suatu produk budaya dihasilkan oleh nilai-nilai universal, dan kebudayaan memiliki berbagai bentuk dan fungsi dalam kehidupan manusia. Seni juga sebagai salah satu alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan, memiliki berbagai bentuk perungkap yang pada prinsipnya digunakan untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaan manusia yang timbul dari masa ke masa. Salah satu bentuk pengungkap seni adalah yang berbentuk ungkapan tradisional.
Beranjak dari pemikiran dan pandangan masyarakat kebudayaan secara subjektif yang menyangkut tata nilai batin dalam konteks perkembangan kebenaran, kebajikan dan keindahan, maka dikemukakan konsepsi dan nilai kebudayaan secara universal. Nilai universal bermakna bahwa tata nilai yang menyangkut aspek kehidupan manusia yang paling mendasar adalah ruang seluruh bangsa yang ada di dunia. Pandangan tersebut sejalan dengan pendapat seorang sosiologi terkemuka Levi Straus yang berbicara tentang struktur pikiran manusia sebagai faktor yang universal. Baginya variasi kebudayaan merupakan variasi kekal dan jika dikembangkan pada struktur pikiran manusia yang mendasar, akan ditemukan bahwa tidak ada bangsa yang dikategorikan primitif atau modern (Levi Straus dalam Darmanto, 1986 : 36).
Ungkapan tersebut menunjukan bahwa apa yang diungkapkan oleh suatu suku bangsa yang dilatarbelakangi oleh kebudayaan merupakan suatu kebenaran etis dan kebijaksanaan yang menyangkut nilai kemanusiaan. Maka Variasi kebudayaan tidak akan diragukan oleh suku bangsa lain secara universal nilainya dapat diterima secara objektif.
Kebudayaan berisi aspek-aspek kehidupan baik dalam kontrak maupun sosial menyangkut jasmani maupun rohani dan intektual. (Bakeri,1984:38) mengemukakan bahwa nilai kebudayaan objektif berisi ilmu pengetahuan, teknologi, kesosialan, ekonomi, dan Agama.
Selama ini cerita-cerita yang hidup dan berkembang pada zaman dahulu kebanyakan berbentuk lisan dan kalau tidak diwariskan secara turun-temurun dikhawatirkan akan menghilang, terlebih pada perkembangan zaman yang semakain modern. Mengingat di dalam cerita legenda Batu Tinggang ini belum diketahui secara pasti apa struktur dan nilai-nilai yang dikandung di dalam legenda tersebut. Maka peneliti akan menggali apa struktur dan nilai yang terkandung didalamnya. Di samping itu nilai-nilai yang terkandung  dalam legenda tersebut hingga masih dijadikan pendoman hidup bagi masyarakat setempat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membentuk para pencinta seni budaya daerah Sasak untuk dapat mengerti, memahami, dan dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Maka penulis mengangkat cerita ini ke dalam judul “Analisis Legenda Batu Tinggang yang terdapat di Dusun Batu Tinggang Desa Labulia Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut .
1.    Bagaimanakah  Struktur Legenda Batu Tinggang pada masyarakat Sasak Dusun Batu Tinggang Desa Labulia Kecamatan Jonggat?
2.    Nilai apakah yang terkandung dalam legenda Batu Tinggang di Desa Labulia Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan struktur dan nilai-niali yang terkandung dalam legenda Batu Tinggang pada masyarakat Sasak Dusun Batu Tinggang Desa Labulia Kecamatan Jonggat yang masih dipercaya dan dianut atau diikuti oleh masyarakat Sasak Dusun Batu Tinggang Desa Labulia Kecamatan Jonggat Lombok Tengah sekarang  ini.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
1.4.1 Manfaat teoritis
a.    Penelitian ini diharapkan dapat bemberikan tambahan ilmu pengetahuan dan informasi tentang kebudayaan masyarakat Sasak, serta bagi pengembangan teori tentang struktur dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam legenda yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Sasak umumnya dan pada masyarakat Dusun Batu Tinggang Desa Labulia Kecamatan Jonggat pada khususnya.
b.    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi perangsang bagi penelitian lain untuk memperluas ruang lingkup penelitian yang belum dukaji dalam penelitian ini dapat memberi kesadaran dan bimbingan secara tidak langsung untuk menjaga kemurnian budaya peninggalan nenek moyang sehingga  berguna bagi kemajuan dunia pendidikan.
1.4.2 Manfaat praktis
a.    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan input kepada guru sejarah nasional dan umum serta guru sejarah budaya khususnya sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan materi pembelajaran bagi anak di sekolah.
b.    Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam memperluas dan memperdalam materi pembelajaran, serta menggugah kesadaran dan kebanggaan terhadap kebudayaan daerah sendiri pada khususnya dan kebudayaan nasiaonal pada umumnya. 





                                              BAB II
                                        LANDASAN TEORI

2.1 Konsep dasar
Batasan-batasan yang sekaligus merupakan konsep dasar dari penelitian ini, yakni bahwa yang dimaksud dengan Legenda adalah cerita yang dipercayai oleh masyarakat Dusun Batu Tinggang Desa Labulia sebagai hal yang benar-benar terjadi, memiliki latar belakang sejarah, peristiwa yang luar biasa, baik legenda yang merupakan cerita tentang asal-usul suatu tempat, cerita sejarah, maupun cerita kepahlawanan.
Okkek S. Zaimar (1979 : 3) strukturalisme dalam sebuah karya sastra fiksi atau puisi adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensi oleh berbagai unsur pembangunannya. Struktur karya sastra dapat pula diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi kemampuannya. Nilai dalam penelitian ini yaitu nilai-nilai yang berupa norma-norma yang teratur dan tertib yang menjadi pedoman hidup baik dalam bersikap maupun bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Masyarakat Sasak yaitu masyarakat yang hidup dan tinggal di Dusun Batu Tinggang Desa Labulia Kecamatan Jonggat kabupaten Lombok Tengah sekarang ini.
2.2 Pengertian Cerita Rakyat
Cerita rakyat mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Cerita rakyat diartikan tuturan sesuatu kejadian misalnya terjadinya kejadian yang sesungguhnya terjadi ataupun yang sifatnya rekaan semata yang diwujudkan dalam gambar. Cerita rakyat pada mulanya bersifat turun temurun dan penyampaiannya melalui lisan. Oleh karena itu cerita rakyat sering pula disebut sastra lisan. Cerita rakyat dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengambarkan sesuatu kejadian, sifatnya menghibur, dan dapat membawa kita ke alam hayalan.
W. R. Bascom (dalam Danandjaya, 1997 : 50) cerita rakyat di bagi menjadi tiga golongan yaitu sebagai berikut:
1.    mite, yaitu cerita prosa rakyat  yang dianggap benar-benar terjadi serta diangap suci oleh yang punya cerita. Mite  ditokohi oleh dewa atau mahkuk setengah dewa, pristiwa terjadi di dunia lain atau dunia yang bukan kita kenal sekarang.
2.    legenda, cerita prosa rakyat yang cirri-cirinya sama dengan mite, yaitu  diangap benar-benar pernah terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Legenda ditokohkan oleh seorang  manusia walaupun adakalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa. Tempat terjadi adalah dunia sekarang ini, dan waktu terjadi belum terlalu lampau.
3.    dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusastraan lisan. Dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dengan diceritakan untuk hiburan walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral) atau bahan sindiran.
Dalam perkembangan cerita rakyat banyak kita temukan adanya kemiripan cerita dari berbagai daerah yang kita kenal dengan kemiripan versi, varian, dan motif cerita. Prosa rakyat merupakan hasil olahan pengarang berdasarkan pandangan dan penilaian tentang peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi (Saad, 1997). Cerita rakyat memiliki unsur-unsur cerita sama seperti cerita yang lain seperti tokoh/watak, penokohan, sudut pandang, latar tema, dan struktur.  Fungsi cerita rakyat secara garis besarnya adalah sebagai sarana hiburan semata dan sebagai media pendidikan.
2.3 Jenis Cerita
Sastra sebagai salah satu dari hasil karya, cipta, rasa manusia atau masyarakat merupakan bagian dari kebudayaan yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Sastra rakyat dapat digolongkan menjadi dua bagian utama, yakni : puisi dan prosa. Puisi meliputi mantera, pantun, dan pribahasa. Sedangkan prosa rakyat terdiri dari legenda, dongeng, dan mite.
1.    Mite
Mite atau metologi merupakan cerita yang memiliki  latar belakang sejarah, dipercayai oleh masyarakat sebagai cerita yang benar-benar terjadi, dianggap suci, mengandung hal-hal yang ga’ib, dan umumnya ditokohi oleh dewa atau setengah dewa, yang peristiwanya terjadi pada masa lampau yang lama. Contoh : peristiwa kejadian suatu tempat, cerita terjadinya alam semesta.
2.    Legenda
Legenda merupakan cerita yang dipercayai oleh masyarakat benar-benar terjadi, mempunyai latar belakang sejarah, peristiwa yang luar biasa, tetapi tidak dianggap suci karena tidak ditokohi oleh dewa dan kejadiannyan di dunia kita, bukan di dunia lain yang peristiwanya tidak terlalu lampau. Contoh : cerita asal usul, cerita sejarah, asal usul tempat, cerita dedaktis.
 
3.    Dongeng
Dongeng merupakan cerita yang lahir berdasarkan khayalan semata atau bersifat imajinatif. Pada umumnya tokoh-tokoh dongeng tersebut berupa binatang, seperti kancil, serigala, kura-kura dan sebagainya. Bisa dikatakan cerita yang benar-benar terjadi (terutama kejadian-kejadian zaman dahulu yang bersifat aneh).
            Sastra rakyat atau folklor merupakan adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan atau budaya kolektif secara tradisional dalam versi yang berbeda, memiliki sejumlah ciri khas yang tidak dimiliki budaya lain.
Ciri-ciri folklor yaitu :
a.    Folklor diciptakan, disebarkan dan diwariskan secara lisan (dari mulut ke mulut )
b.    Tersebar di wilayah tertentu
c.    Folklor terdiri dari banyak versi
d.   Tidak diketahui penciptanya
e.    Mengandung pesan moral
Menurut Jan Harold Brundvand yang berkebangsaan Amerika menggolongkan sastra rakyat ( folklor ) menjadi 3 golongan, yakni folklor lisan, folklor sebagai lisan, dan folklor bukan lisan.
1)   Folklor lisan
Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya murni lisan, yaitu diciptakan, disebarluaskan dan diwariskan secara lisan. Contohnya bahasa rakyat (logat, julukan), ungkapan tradisional (pribahasa, pepatah), pertanyaan tradisional (teka teki), puisi rakyat (pantun syair), cerita prosa rakyat (mite, legenda, dongeng) dan nyanyian rakyat (lagu-lagu daerah).
2)   Folklor sebagai lisan
Folkor sebagai lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Contohnya kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat istiadat, upacara dan pesta rakyat.
3)   Folklor bukan lisan
Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Contohnya : arsitektur rakyat, kerajinan tangan, pakaian, musik rakyat, masakan dan minuman rakyat, serta obat-obatan tradisional.
2.4 Pengertian Legenda
Menurut Laelasari dkk dalam Kamus Besar Indonesia Istilah Sastra (2006 : 149), mengartikan Legenda sebagai cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Legenda merupakan cerita yang dipercayai oleh masyarakat benar-benar terjadi, mempunyai latar belakang sejarah, peristiwa yang luar biasa, tetapi tidak dianggap suci karena tidak ditokohi oleh dewa dan kejadiannya di dunia kita, bukan di  dunia lain yang peristiwanya tidak terlalu lampau.
Sedangkan menurut Bascom (1990), legenda adalah cerita mirip dongeng mite yang di anggap benar-benar terjadi tetapi tidak suci, melibatkan tokoh makhluk ajaib. Kejadianya di dunia nyata dan waktu kejadiannya tidak terlampau jauh. Legenda dipercayai oleh masyarakat yang diyakini benar-benar terjadi karena mempunyai latar belakang, memiliki sejarah dan peristiwa-peristiwa yang luar biasa namun tidak dianggap suci karena tidak ditokohi oleh dewa-dewa dan kejadian ceritanya di dunia kita bukan di dunia lain. Contohnya : cerita asal-usul gunung tangkuban perahu, asal-usul danau toba, Banyuwangi. Cerita sejarah, misalnya legenda terbentuknya candi prambanan.
Legenda sangat mirip dengan mite namun penceritaan mite umumnya ditokohi oleh para dewa-dewa atau manusia setengah dewa yang dianggap suci dan peristiwanya tidak terjadi di dunia kita melainkan di dunia lain, seperti cerita terjadinya alam semesta, cerita Shinta Rhama dari India, cerita dewa-dewa India. Persamaan legenda mitologi yakni sama-sama cerita yang memiliki latar belakang sejarah, dipercayai oleh masyarakat sebagai cerita yang benar-benar terjadi dan dianggap suci.
2.5 Legenda Dalam Kehidupan Masyarakat Sasak
Bagi masyarakat Sasak, khusunya masyarakat Dusun Batu Tinggang Desa Labulia Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah, legenda merupakan cerita yang dipercayai benar-benar terjadi, mempunyai latar belakang sejarah, dan peristiwa-peristiwa yang luar biasa. Bahkan bagi masyarakat di Dusun Batu Tinggang Desa Labulia, legenda-legenda yang hidup dan berkembang sampai sekarang dianggap suci dan mengandung nilai-nilai sosial kemasyarakatan, Agama serta mengandung nilai-nilai “kekeramatan”. Nilai kekeramatan inilah yang dianggap memiliki kekuatan magis atau kesaktian yang apabila dilanggar maka orang yang melakunya akan mengalami nasib “sial” yang dalam bahasa Sasak disebut  “tulah manuh”. Nilai-nilai kekeramatan ini pula menyebabkan masyarakat Sasak, khususnya masyarakat Dusun Batu Tinggang Desa Labulia Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah selalu menjaga dan menghidupkan serta mengembangkan legenda-legenda Sasak secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan kata lain kepercayaan terhadap nilai-nilai kekeramatan tersebut  sudah menjadi bagian dari kebudayaan dan telah dijadikan pedoman hidup masyarakat setempat baik dalam bersikap maupun bertingkah laku dalam hidup sehari-hari.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai tang terkandung dalam legenda-legenda Sasak telah dijadikan sebagai pedoman dan norma yang mengatur tata tertib hubungan satu anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya.
2.6 Teori Struktur
Mursal Esten dalam kertas kerjanya berjudul “Beberapa Catatan Dari Kerja Penelitian” (1979 : 5) menyatakan bahwa metode struktur  bertolak dari dasar pemikiran bahwa setiap karya sastra atau bukan. Menyelidiki makna karya sastra dengan mempelajari unsur-unsur struktunya dan hubungan satu sama lain.
Dengan teori tersebut, maka karya sastra dipandang sebagai peristiwa kesenian (seni budaya) yang terdiri atas norma-norma dan secara keseluruhan membangun sebuah struktur. Kemudian untuk memahami kejelasan dan keutuhan karya sastra yang bersangkutan perlu dilakukan analisis atau unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Struktur dipelopori oleh Formalis Rusia dan kelompok linguistik praha pada abad 19 yang menekankan pada faktor-faktor ekstrinsik karya sastra sehingga dipandang sebagia cermin jaman atau cermin kehidupan pengarang dengan memperhatikan latar belakang sejarah dan sosial. Strukturalisme sebagai suatu pendekatan mencakup segala bidang fenomena sosial kemasyarakatan (antropologi, sosiologi, polotik, ekonomi dan psikologis), ilmu-ilmu kemanusiaan (sastra, linguistik, sejarah) dan seni rupa. Namun, penekanan pada sifat otonomi karya sastra dewasa ini dipandang orang sebagai kelemahan aliran strukturalisme dan atau kajian struktural. Hal ini disebabkan sebuah karya sastra tidak mungkin dipisahkan sama sekali dari latar belakang sosial budaya atau latar belakang kesejarahannya. Melepaskan karya sastra itu menjadi kurang bermakna, atau paling tidak maknanya menjadi amat terbatas, atau bahkan makna menjadi sulit ditafsirkan. Hal ini berarti karya sastra menjadi kurang bermanfaat bagi kehidupan. Oleh karena itu, analisis struktural sebaiknya dilengkapi dengan analisis yang lain seperti semiotik sehingga menjadi analisis srtuktural semiotik, atau analisis struktural yang dikaitkan dengan keadaan sosial budaya secara lebih luas.
Analisis karya sastra dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji mendeskripsikan fungsi dan hubungan antara unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Misalnya, bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan pentokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain.
Bagaimana hubungan antar unsur itu sehingga secara bersama membentuk makna yang padu.
a.    Tema
Tema menurut Stanton (1965 : 20) dan Kenny (1966 : 88) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Menurut Glasaria bahwa tema adalah ide sentral atau inti persoalan atau latar belakang permasalahan yang dijadikan karangan  (1986 : 31). Jadi tema adalah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra.
b.    Alur atau plot
Yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu, bulat dan utuh. Untuk memperoleh keutuhan sebuah plot cerita Aristoteles dalam Nurgiyantoro (2007:142), mengemukakan bahwa sebuah plot haruslah terdiri dari beberapa tahap yaitu :
1.    Tahap awal
Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut tahap perkenalan, yang pada umumnya berisi sejumlah informasi yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Tahap awal berfungsi untuk memberikan informasi dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan.
2.    Tahap tengah
Tahap ini disebut tahap pertikaian, menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap awal, semakin meningkat, semakin menegangkan.
3.    Tahap akhir
Tahap akhir disebut juga tahap pelarian menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Tahap ini berisi bagaimana kesudahan cerita, atau menyaran pada hal bagaimanakah akhir sebuah cerita.

c.    Penokohan
Tokoh cerita menurut Abrams (1981 : 20) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, oleh pembaca memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Jenis-jenis tokoh:
1.    Tokoh utama dan tokoh tambahan
2.    Tokoh protagonist dan antagonis
3.    Tokoh sederhana dan tokoh bulat
4.     Tokoh statis dan tokoh berkembang
5.    Tokoh tipikal dan tokoh netral
d.   Latar
Latar atau setting disebut landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981:175). Stanton (1965) mengelompokan latar bersama dengan tokoh dan plot kedalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah dihadapi dan dapat diimajinasi oleh pembaca secara factual jika membaca cerita fiksi.
Latar setting dapat dibedakan menjadi dua :
1.    Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau linkungan dimana tokoh tersebut berada.
2.    Latar sosial adalah lukisan tatakrama, tingkah laku, adat dan pandangan hidup.

e.    Amanat
Amanat ialah pemecahan yang diberikan pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna.
f.     Sudut Pandang ( pint of vieu)
Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan, atau dari mana peristiwa dan tindakan itu dilihat, sudut pandang menyaran pada sebuah cerita dikisahkan.
2.7 Teori Semiotik
Teori semiotik digunakan sebagai pendekatan sastra adalah semiotic. Penelitian sastra dan pendekatan semiotic itu sesungguhnya merupakan lanjutan dari pendekatan strukturalisme. Dikemukakan Junus (1981 : 17) bahwa semiotic itu merupakan lanjutan atau perkembangan strukturalisme. Strukturalisme itu tidak dapat dipisahkan dengan semiotic. Alasannya adalah karya sastra itu merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna. Tanpa memperhatikan tanda-tanda, maknanya, dan konvensi tanda, struktur karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal.
Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotic itu mempelajari system-sistem, aturan, konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dalam lapangan kritik sastra, penelitian semiaotik meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada konvensi tambahan dan meneliti cirri-ciri (sifat) yang menyebabkan bermacam-macam cara wacana mempunyai makna (Preminger, dkk.,1974 : 980).
Tokoh semiotik  pakar linguistik yaitu ferdinan de Saussure (1857-1913) menyebut ilmu itu dengan nama seismologi sedangkan Charles sander peirce (1839-1414) menyebutnya semiotik (semioties). Tanda-tanda dalam semiotic ada dua yaitu penanda (signifier) dan petanda (segnifizet). Penanda adalah bentuk formal yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh penanda itu yaitu artinya. Contoh karya” ibu” merupakan tanda berupa satuan bunyi yang menandai arti “orang yang melahirkan kita”. Charles sandar Pierce (1839-1414) menyebutkan tiga macam tanda yaitu antara penanda dan petanda 1)  Icon  (ikon) yaitu tanda yang menunjukan hubungan yang bersifat alamiah atau memiliki kesamaan antara penanda dan petandanya. Contoh : potret menandai orang yang dipotret, gambar pohon yang menandai pohon. 2) Indeks yaitu tanda yang menunjukkan hubungan kausa /sebab akibat antara penanda dan petanda. Contoh asap menandai api, mendung akan menandai akan hujan 3) Simbol yaitu tanda yang bersifat arbitret (semau-maunya) sesuai konvensi suatu lingkungan sosial seperti bahasa dan budaya. Contoh “ Ibu” dalam bahasa Indonesia, Mother dalam bahasa inggris. Jadi bermacam-macam tanda tetapi satu arti.
Dikatakan Preminger bahwa studi semiotic sastra adalah usaha untuk menganalisis tanda-tanda dan lambang. Dalam sastra ada jenis-jenis sastra (genre) dan ragam -ragam seperti jenis sastra dan prosa dan puisi. Prosa ragamnya: cerpen, novel, roman. Puisi ragamnya: puisi lirik, syair, pantun dan sebagainya. Tiap ragam itu mempunyai konvensi sendiri. Sebagai contoh puisi (genri) yang mempunyai satuan tanda seperti kosa kata, bahasa kiasan (personifikasi, simile, metafora). Dari beberapa pendapat para ahli di atas tentang teori semiotik, maka peneliti menggunakan teori semiotic berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Junus (1981:17), karena karya sastra itu merupaka struktur tanda-tanda yang bermakna dan tanpa memperhatikan tanda-tanda, maknanya, dan konvensi tanda, struktur karya sastra tidak dapat dimengerti  maknanya secara optimal.


















                                   BAB III
                                METODE PENELITIAN

3.1 Data dan Sumber Data.
Data dalam penelitian ini adalah legenda Batu Tinggang pada  masyarakat Sasak Desa Labulia Kecamatan Jonggat Kecamatan Lombok Tengah. Legenda yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian adalah “Legenda Batu Tinggang”. Karena legenda ini sangat dikenal oleh masyarakat dan masih dikeramatkan oleh masyarakat setempat.
Semua data-data tersebut diperoleh dari sumber utama, yakni informasi yang berjumlah empat (4) orang. Keempat orang tersebut dipilih sebagai informan karena telah memiliki persyaratan sebagai berikut :
a.    berumur minimal 58 tahun
b.    merupakan penduduk asli dusun setempat
c.    mengetahui legenda yang ada di dusun Batu Tinggang
d.   bisa berkomunikasi (bercerita) dengan baik dan lancar.
Adapun keempat orang yang menjadi informan tersebut adalah sebagai berikut :
No.
Nama informan
Umur
L/P
Pekerjaan

Alamat
Ket
1.
2.
3.
4.
H.Mulyadi
H.L. Jumardi
Amaq Kecok
Amaq Teman
62
58
65
70
L
L
L
L
Guru
Guru
Petani
Petani
Batu tinggang
Batu tinggang
Batu tinggang
Batu tinggang
Tokoh masy
Tokoh masy
Tokoh masy
Tokoh masy

Legenda yang dipercayai oleh masyarakat Dusun Batu Tinggang Desa Labulia sebagai hal yang benar-benar terjadi, memiliki latar belakang sejarah, peristiwa yang luar biasa, baik legenda yang merupakan cerita tentang asal-usul suatu tempat, cerita sejarah, maupun cerita kepahlawanan. Lokasi penelitian legenda tersebut berada di Dusun Batu Tinggang Desa Labulia Kecamatan Jonggat kabupaten Lombok Tengah sekarang ini.
3.2 Metode
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian ini yaitu metode rekaman, terjemahan, wawancara, observasi dan dokumentasi.
3.2.1 Metode Rekaman
Metode rekaman yakni suatu metode yang dugunakan dalam penelitian melalui kegiatan merekam data-data yang terkumpul selama penelitian berlansung. Dengan demikian data-data yang diperoleh dapat disimpan baik dalam bentuk tulisan ,gambar, maupun suara.
3.2.2 Metode Transkripsi
Metode transkripsi yakni suatu metode yang digunakan dalam penelitian melalui kegiatan menyalin teks dengan mengubah ejaannya ke dalam ejaan lain untuk menunjukkan lafal bunyi unsur bahasa yang bersangkutan.
Dalam penelitian ini metode transkripsi digunakan untuk menyalin teks bahasa yang digunakan dalam mengisahkan legenda-legenda Sasak yang ada dalam buku lontar atau tulisan-tulisannya ke dalam teks bahasa Indonesia dengan cara mengubah ejaan bahasa Sasak atau bahasa Sangsekerta ke dalam ejaan bahasa Indonesia.


3.2.3 Metode Terjemahan
Metode ini adalah untuk menterjemahkan atau mengalihbahasakan suatu data yang menggunakan suatu bahasa ke bahasa lain sehingga mudah dimengerti.
3.2.4 Metode Wawancara
Wawancara adalah merupakan proses tanya jawab dalam penelitian yang berlansung secara lisan dalam dua orang atau lebih saling bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan. Tanpa wawancara penelitian akan kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh dengan bertanya langsung kepada responden untuk menggali informasi. Dalam penelitian ini metode rekaman dilakukan terhadap data-data hasil wawancara dengan responden dan hasil observasi di lapangan. Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh seorang pewawancara untuk memperoleh informasi dari informan (Arikunto, 2006: 155).Teknik wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin adalah tanya jawab secara lisan antara peneliti dengan responden, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara bebas dan terarah.
Teknik wawancara yaitu menanyakan hal-hal yang dianggap penting masyarakat menyangkut peranan mantra dalam kehidupan sosial masyarakat Labulia. Hal ini sesuai dengan judul yang peneliti angkat yaitu “Analisis Legenda Batu Tinggang Yang Terdapat di Dusun Batu Tinggang Desa Labulia Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah.  Dalam hal ini peneliti mencari informasi dengan mnggunakan wawancara dengan beberapa narasumber.

3.2.5 Metode Obsevasi
Salah satu cara mengumpulkan informasi deskriptif adalah melalui pengamatan (observasi), yakni alat pengumpulan yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.
Penggunaan metode observasi ini dimaksudkan untuk mengamati secara langsung kebiasaan sehari-hari masyarakat setempat yang meliputi bahasa, religi, dan adat istiadat (tradisi perkawinan, upacara kelahiran, upacara sunatan, upacara kematian serta kesenian) yang saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat Dusun Batu Tinggang Desa Labulia Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah. Dimana hal-hal tersebut erat kaitannya dengan Legenda Batu Tinggang yang hidup dan berkembang pada masyarakat Sasak.
3.2.6 Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu metote untuk mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, prasasti, agenda, dan sebagainya. Maksud dari penggunaan metode dokumentasi adalah untuk mencacat dan mendokumentasikan tempat bersejarah (prasasti, tugu,dan bentuk tempat tinggal masyarakat) yang merupakan peninggalan dari Legenda Batu Tinggang pada masyarakat Dusun Batu Tingggang Desa Labulia Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah.
3.3 Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif deskriftif. Bogdan dan Tylor (1975 : 5) mendifinisikan metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat dinikmati. Menurut pengertian Bogdan dan Tylor tersebut, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh).
Menurut Lincoln dan Guba (1985 : 39) analisis kualitatif menghendaki adanyan kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya. Uraian di atas menunjukan bahwa analisis kualitatif deskriftif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari individu dan prilaku dapat diamati. Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat kualitatif karena penelitian kualitatif seperti diungkapkan oleh para ahli adalah penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak didapat melalui penggunaan prosedur statistic.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang berupa kajian etnografi terdapat fenomena Legenda Batu Tinggang dengan langkah-langkah sebagi berikut :
a.    Identifikasi
Identifikasi adalah pengumpulan bahan-bahan cerita menjadi bentuk cerita yang utuh. Untuk menemukan data, peneliti melakukan pengamatan ke Dusun Batu Tinggang dan memilih informan yang mengetahui cerita tersebut kemudian mewawamcarai sambil merekam responden untuk mengumpul data. Selanjutnya peneliti mentranskripsikan data tersebut untuk mengubah ejaannya ke dalam ejaan lain dan menterjemahkan data itu kedalam bahasa Indonesia.

b.   Klasifikasi
Klasifikasi merupakan pengelompokan data cerita yang telah diperoleh. Yakni mana dari cerita yang termasuk struktur dan yang termasuk nilai. Kemudian untuk melengkapinya ditentukan tokoh apa yang paling menonjol atau peristiwa-peristiwa apa yang paling ditonjolkan. Dari segi struktur akan dikelompokkan seperti tokoh, watak, tema, alur, dan plot yang dalam cerita itu .dari segi nilai.
c.    Interpretasi
Interpretasi menafsirkan data-data yang dipeloreh hasil penafsiran ini untuk menemukan makna struktur dan nilai Legenda Batu Tinggang secara menyeluruh dan terperinci sesuai dengan data-data yang telah diperoleh selama penelitian dilakukan dan selanjutnya peneliti menyusun hasil penelitian
Bertitik tolak dari hasil di atas, peneliti melakukan penafsiran terhadap Legenda Batu Tinggang. Adapun  penafsiran yang peneliti miliki adalah sebagai berikut :
1.    struktur yang terkandung pada Legenda Batu Tinggang meliputi tema, latar, alur, penokohan, sudut pandang dan amanat.
2.    nilai yang terkandung lebih banyak memuat nilai bersifat kemasyarakatan seperti pentingnya hidup bergotong-royong dan bersama, berperilaku sopan santun dalam  bertutur kata, saling membantu satu sama lain. Sedangkan nilai yang besifat pendidikan antara lain, mengajar masyarakat giat belajar dan menuntut ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya agar mampu mengndalikan diri dalam hidup bermasyarakat.

 BAB V
PENUTUP
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan  tentang legenda batu tinggang di atas maka dapat disimpulkan bahwa.
1.      Struktur legenda batu tinggang di Desa Labulia Dusun Batu Tinggang mengandung unsur yang terdiri dari: Tema, Tokoh, Alur / Plot, Setting, Amanat, dan Sudut pandang..
2.      Nilai-nilai yang terkandung dalam legenda batu tinggang adalah Bagi masyarakat Sasak, khusunya masyarakat Dusun Batu Tinggang Desa Labulia Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah, legenda merupakan cerita yang dipercayai benar-benar terjadi, mempunyai latar belakang sejarah, dan peristiwa-peristiwa yang luar biasa. Bahkan bagi masyarakat di Dusun Batu Tinggang Desa Labulia, legenda-legenda yang hidup dan berkembang sampai sekarang dianggap suci dan mengandung nilai-nilai sosial kemasyarakatan, Agama serta mengandung nilai-nilai “kekeramatan”. Nilai kekeramatan inilah yang dianggap memiliki kekuatan magis atau kesaktian yang apabila dilanggar maka orang yang melakunya akan mengalami nasib “sial” yang dalam bahasa Sasak disebut  “tulah manuh”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai tang terkandung dalam legenda-legenda Sasak telah dijadikan sebagai pedoman dan norma yang mengatur tata tertib hubungan satu anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya
5.2 SARAN-SARAN                              

1.      Agar pembaca karya sastra daerah lebih meningkatkan apresiasinya, sehingga karya  sastra daerah yang bernilai tinggi tersebut tidak mengalami kepunahan.
2. Kepada Mahasiswa dan pelajar Jurusan Pendidikan Bahasa, Sasatra Indonesia dan Daerah lebih meningkatkan dan mengembangkan penelitian yang berhubungan dengan sastra yang bersifat kedaerahan.















DAFTAR PUSTAKA

Bakeri, Ahmad. 1984. Sejarah Perkembengan kebudayaan di Indonesia. Yogyakarta : Widya Utama.

Darmanto, Usman. 1986. Sosiologi Sastra; Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta : Dikti Depdikbud

Depdikbud, 1997, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Fananie, Zainuddin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta : Muhammadiyah University Press.

Hartoko, dick. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Edisi Kedua . Jakarta : Gramedia

Koentjorodiningrat. 1977. Sosiaologi Budaya. Yogyakarta: Widya Utama

Laelasari, 2006. Kamus istilah Sastra. Bandung: Nuansa Aulia.

Luxecemburg, Jan Van, at al. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Edisi Kedua, (Alih Bahasa: Dick Hartoko). Jakarta : Gramedia

Nazir, Muhammad. 1985. Metode Penelitian. Bandung : Aksara.

Nurgiyanto, Burhan, 2007. Teori Pengkajian fiksi. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan Penerpannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sukatman. 1992. Unsur-Unsur  Instrinsik Dalam Karya Sastra. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.







 

Tidak ada komentar: