Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumat, 05 September 2014

pengertian wacana, kohesi dan koheren

BAB 1
PENDAHULUA 
 
1.      Latar Belakang
Suatu wacana dituntut memiliki keutuhan struktur. Keutuhan itu sendiri dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan. Organisasi inilah yang disebut sebagai struktur wacana. Sebagai sebuah organisasi, struktur wacana dapat diurai atau dideskripsikan bagian-bagiannya.
Keutuhan struktur wacana lebih dekat maknanya sebagai kesatuan maknawi ( semantis) ketimbang sebagai kesatuan bentuk ( sintaksis) ( lihat Halliday dan Hassan, 1976 : 2). Suatu rangkaian kalimat dikatakan menjadi struktur wacana bial di dalamnya terdapat hubungan emosional antar bagian yang satu dengan bagian lainnya. Sebaliknya, suatu rangkaian kalimat belum tentu bisa disebut sebagai wacana apabila tiap-tiap kalimat dalam rangkaian itu memiliki makna sendiri-sendiri dan tidak berkaitan secara semantic.
2.      Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah wacana itu?
b. Seperti apakah kohesi itu?
c.    Seperti apakah koherensi itu?
3.      Manfaat
a.    Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Bahasa
b.   Untuk menambah pengetahuan dan wawasan pembaca
c.    Sebagai panduan atau referensi Kegiatan Belajar Mengajar

PEMBAHASAN
              Pengertian Wacana
a.       Istilah “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta wac/ wak/ vak, artinya berkata, berucap ( Douglas, 1967:266). Bila dilihat dari jenisnya, kata wac dalam morfologi bahasa Sansekerta, termasuk kata kerja golongan III parasmaepada (m) yang bersifat aktif, yaitu ‘melakukan tindakan ujar’. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi wacana. Bentuk ana yang muncul di belakang adalah sufiks ( akhiran). yang bermakna membedakan ( nominalisasi). Jadi, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan.
b.      Menurut Anton M. Moelino ( 1998:334) mengatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lainnya dalam kesatuan makna.
c.       Menurut Harimurti Kridalaksana mengatakan bahwa wacana  berarti satuan bahasa terlengkap, yang dalam hirarki kebahasaan merupakan satuan gramatikal tertinggi, dan terbesar. Wacana juga dapat direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraph, atau karangan utuh ( buku) yang membawa amanat lengkap.
d.      Menurut Henry Guntur Tarigan, wacana adalah satuan bahasa ynag paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara tertulis maupun lisan.
e.       Menurut Samsuri mengemukakan bahwa wacana ialah rekaman kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat itu.
f.       Menurut Eko Wardono, wacana adalah satuan tuturan yang mempunyai satu pokok gagasan ( topic).
g.      Menurut Soeseno Kartomiharjo, wacana adalah cabang ilmu yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang leih besar daripada kalimat. Unit yang dimaksud dapat berupa paragraph, teks bacaan, undangan, percakapan.
h.      Menurut Tim Penyusun KBBI, wacana berarti kelas kata benda ( nominal) yang mempunyai arti sebagai berikut: 1. ucapan, perkataan, tuturan 2. keseluruan tutur yang merupakan suatu kesatuan 3. satuan bahasa terlengkap.
i.        Yayat Sudarjat mengatakan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dari rentetan kaliamat yang kontinuitas, kohesif, dan koheren.
2)      Kohesi
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk secara structural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. Moelino ( 1988:34)  menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Konsep kohesif sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Menurut Anton M. Moelino, dkk ( 1987:96) untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus kohesif. Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana dapat di interpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsure-unsur lainnya. Kohesi wacana terbagi dalam dua aspek yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.
Kohesi gramatikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan tata bahasa. Kohesi leksikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan kata.
Kohesi gramatikal meliputi:
A.    Referensi (pengacuan)
Referensi merupakan pengacuan satuan lingual tertentu terhadap satuan lainnya. Di lihat dari acuannya, referensi terbagi atas:
1.      Referensi eksofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di luar teks wacana. Contoh: Itu matahari, kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di luar teks, yaitu “benda berpijar yang menerangi alam ini”.
2.      Referensi endofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di dalam teks wacana.
Referensi endofora terbagi atas:
a.       Referensi anaphora yaitu pengacuan satual lingual yang disebutkan terlebih dahulu, mengacu yang sebelah kiri.
Contoh: Peringatan HUT ke-66 Indonesia ini akan di ramaikan dengan pagelaran pesta kembang api.
b.      Referensi katafora yaitu pengacuan satuan lingual yang disebutkan setelahnya, mengacu yang sebelah kanan.
Contoh: Kamu harus pergi! Ayo, cici cepatlah!
Di lihat dari klasifikasinya, referensi terbagi atas:
1.      Referensi persona yaitu pengacuan satual lingual berupa pronomina atau kata ganti orang.
Tunggal
Jamak
Persona pertama
Aku, saya
Kami, kita
Persona kedua
Kamu, engkau, anda
Kalian, kami sekalian
Persona ketiga
Dia, ia, beliau
Mereka
Contoh: Firdaus, kamu harus mandi.
2.      Referensi demonstrasi yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk menunjuk. Biasanya menggunakan kata : kini, sekarang, saat ini, di sini, di situ, ini, itu, dan sebagainya.
Contoh: Pohon-pohon kelapa itu, tumbuh di tanah lereng diantara pepohonan lain yang rapat dan rimbun.
3.      Referensi interogatif yaitu pengacuan satuan lingual berupa kata tanya.
contoh: Kamu mau kemana?
4.      Referensi komparatif yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk membandingkan satual lingual lain.
contoh: Tidak berbeda jauh dengan ibunya, Nita orangnya cantik, ramah, dan lemah lembut.
B.     Substitusi ( penggantian)
Substitusi diartikan sebagai penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk  memperoleh unsur pembeda. Substitusi dilihat dari satuan lingualnya dapat dibedakan atas:
1.      Substitusi nominal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata benda.
Contoh: Memang Soni mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Surakarta. Pacarnya itu memang cantik, halus budi bahasanya, dan bersifat keibuan.
2.      Substitusi verbal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata kerja.
Contoh: Soni berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan berobat ke dokter kemarin sore. Ternyata dia di vonis menderita penyakit kanker. Selain berusaha ke dokter, dia juga tidak lupa berdoa dan selalu berikhtiar pada allah.
3.      Substitusi frasa yaitu penggantisn satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa frasa.
Contoh: Hari ini hari minggu. Mumpung hari libur aku manfaatkan saja untuk menengok Nenek di desa.
4.      Substitusi klausal yaitu penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa klausa.
Contoh:
Nida    : jika perubahan yang dialami oleh azam tidak bisa diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya, mungkin hal itu dikarenakan oleh kenyataan bahwa orang –orang tesebut banyak yang tidak sukses seperti azam.
Barik   : tampaknya memang begitu!
C.    Elipsis atau pelesapan
Elipsis adalah pelesapan satuan lingual tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya. Adapun fungsi dari elipsis yaitu:
1.      Untuk efektifitas kalimat
2.      Untuk mencapai nilai ekkonomis dalam pemakaian bahasa
3.      Untuk mencapai aspek kepaduan wacana
4.      Untuk mengaktifkan pikiran pendengar atau pembaca terhadap sesuatu yang di ungkapkan dalam satuan kata.
Contoh: Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentuksn dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih.
Kalimat kedua yang berbunyi terima kasih merupakan elipsis. Unsur yang hilang adalah subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentukan dalam penyusunan skripsi ini. Saya mengucapkan terima kasih.
Kakak: Kapan adik datang?
Adik  : tadi siang.
Pernyataan adik tersebut merupakan pelesapan subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Saya datang tadi siang.
D.    Konjungsi (perangkaian)
Konjungsi adalah kohesi gramatikal yang dilakukan dengan menghubungkan unsure yang satu dengan unsure yang lain. Unsur yang dirangkai berupa kata, frasa, klausa, dan paragraf.
Macam-macam konjungsi sebagai berikut:
1.      Sebab-akibat
Hubungan sebab-akibat terjadi apabila salah satu proposisi menunjukkan penyebab terjadinya suatu kondisi tertentu yang merupakan akibat atau sebaliknya. Konjungsi yang digunakan antara lain: karena, sebab, makanya, sehingga, oleh karena itu, dengan demikian dan sebagainya.
Contoh: Adik sakit sehingga tidak masuk sekolah.
2.      Pertentangan
Hubungan pertentangan terjadi apabila ada dua ide atau proposisi yang menunjukkan kebalikan atau kekontrasan. Konjungsi yang digunakan yaitu tetapi dan namun.
Contoh: Nyamuk berseliweran, pengemis, pelacur, pencoleng, dan gelandangan berkeliaran. Namun, di kampung kumuh tersebut sedang dibangun sekolah mewah.
3.      Kelebihan atau  eksesif
Hubungan eksesif digunakan untuk menyatakan kelebihan, ditandai dengan konjungsi malah.
Contoh: Karena tadi malam kurang istirahat, dia tertidur di dalam kelas. Malah tugasnya belum dikerjakan pula.
4.      Perkecualian atau eksepsif
Hubungan eksepsif digunakan untuk menyatakan pengecualian, ditandai dengan konjungsi kecuali.
Contoh: Anda tidak boleh mengkonsumsi obat tersebut kecuali dengan persetujuan dokter.
5.      Tujuan
Hubungan tujuan terjadi sebagai pewujudan untuk menyatakan tujuan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan yaitu: agar dan sehingga.
Contoh: Agar naik kelas, kamu harus rajin belajar.
6.      Penambahan atau aditif
Penambahan berguna untuk menghubungkan bagian yang bersifat menambahkan informasi dan pada umumnya digunakan untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih. Konjungsi yang digunakan yaitu: dan, juga, serta, selain itu.
Contoh: Tingkah lakunya menawan. Tutur katanya sopan. Murah senyum, jarang marah, dan tidak pernah berbohong. Juga tidak mau mempercakapkan orang lain. Selain itu, ia suka menolong sesama teman. Dan dia penyabar.
7.      Pilihan atau alternatif
Pilihan digunakan menyatakan pilihan antara dua hal. Konjungsi yang digunakan yaitu atau dan apa.
Contoh: Pelajaran apa yang lebih kamu suka IPA atau IPS?
8.      Harapan atau optatif
Konjungsi harapan digunakan untuk menyatakan harapan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan yaitu semoga, moga-moga.
Contoh: Semoga, dia lulus dengan nilai terbaik.
9.      Urutan atau sekuential
Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan kesejajaran atau urutan waktu. Konjungsi yang digunakan yaitu setelah itu, lalu, kemudian, terus, mula-mula.
Contoh: Intan bangun tidur pukul 05.00, kemudian ambil air wudlu. Setelah itu dia menunaikan sholat subuh dengan khusyuk. Lalu tak lupa ia mengaji
10.  Syarat
Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan syarat. Konjungsi yang digunakan yaitu: apabila dan jika.
Contoh: Jika bulan ini aku bisa bekerja lebih giat maka gajiku akan bertambah.
11.  Cara
Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan cara.
Konjungsi yang digunakan yaitu: dengan cara.
Contoh: Mungkin dengan cara seperti ini, aku membantu beban keluarga.
Yang selanjutnya adalah kohesi leksikal. Kohesi leksikal yaitu perpaduan bentuk dalam struktur kata. Kohesi leksikal meliputi:
A.    Pengulangan atau repetisi
Repetisi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan hubungan konsesif antar kalimat. Hubungan ini dibentuk dengan mengulang satuan lingual.
Contoh: Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini.
B.     Sinonimi
Sinonimi merupakan persamaan makna kata.
Contoh: Hari pahlawan diperingati tiap 10 November. Mereka adalah pejuang bangsa yang rela mengorbankan jiwa raga demi kesatuan Negara Republik Indonesia. Jasa mereka selalu dikenang sepanjang masa.
C.     Antonim
Antonim merupakan perlawanan kata.
Contoh:
Dalam rangka menyambut peringatan kemerdekaan Republic Indonesia, warga setempat mengadakan kerja bakti. Bagi yang putri sebagian besar membawa sapu, sedangkan yang putra membawa sabit. Tak ketinggalan pula nenek maupun kakek ikut serta meramaikan peringatan tersebut.
D.    Hiponim
Hiponim merupakan sebuah pernyataan yang berpola umum-khusus
Contoh: Setiap hari Anita menyiram bunga di taman. Bermacam-macam bunga diantaranya mawar, melati, dahlia, dan anggrek.
E.     Kolokasi
Kolokasi merupakan sebuah pernyataan yang berpola khusus-umum.
Contoh: Bermula dari goresan bolpoin pada selembar kertas namanya sekarang tenar. Dari lembaran-lembaran kertas tersebut di gabung dalam satu buku. Buku tersebut menjadi perbincangan banyak orang karena banyak dimuat dalam majalah, koran, televisi. Berkat media massa, namanya menjadi terkenal.
F.      Ekuivalensi
Ekuivalensi merupakan kesejajaran dalam sebuah kalimat.
Contoh: Setiap hari aku belajar dengan rajin. Bu Narti sebagai guruku selain  mengajarkan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, beliau juga mengajarkan pendidikan moral.
Pada kondisi tertentu, unsure-unsur kohesi menjadi contributor penting bagi terbentuknya wacana yang koheren ( Halliday dan Hassan, 1976; Gunawan Budi Santosa, 1998:28). Namun demikian pelu disadari bahwa unsur-unsur kohesi tersebut tidak selalu menjamin terbentuknya wacana yang uth dan koheren. Alasannya, pemakaian alat-alat kohesif dalam suatu teks tidak langsung menghasilkan wacana yang koheren ( Anton M. Moeliono, dkk, 1988: 322). Dengan kata lain, srtuktur wacana yang baik dan utuh harus memiliki syarat-syatar kohesi sekaligus koherensi.
3)      Koherensi
Koherensi adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya (Wohl, 1978 : 25). Koherensi merupakan keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya sehingga kalimat tersebut mempunyai kesatuan makna yang utuh.
Yang termasuk unsur-unsur koherensi meliputi:
1.         Penambahan
Sarana penghubung yang berupa penambahan itu antara lain: dan, juga, lagi pula, selanjutnya, seperti tertera pada contoh berikut:
Laki-laki dan perempuan, tua dan muda, juga para tamu turut bekerja bergotong-royong menumpas hama tikus di sawah-sawah di desa kami. Selain daripada menyelamatkan tanaman, juga upaya itu akan meningkatkan hasil panen. Selanjutnya upaya itu akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Lagi pula upaya ini telah lama dianjurkan oleh pemerintah kita.
2.         Repetisi
Penggunaan repetisi atau pengulangan kata sebagai sarana koherensi wacana, terlihat pada contoh di bawah ini.
Dia mengatakan kepada saya bahwa kasih sayang itu berada dalam jiwa dan raga sang ibu. Saya menerima kebenaran ucapan itu. Betapa tidak. Kasih sayang pertama saya peroleh dari ibu saya. Ibu melahirkan saya. Ibu mengasuh saya. Ibu menyusui saya. Ibu memandikan saya. Ibu menyuapi saya. Ibu meninabobokan saya. Ibu mencintai dan mengasihi saya. Saya tidak bisa melupakan jasa dan kasih sayang ibu saya seumur hidup. Semoga ibu panjang umur dan dilindungi Tuhan.
3.         Pronomina
Sarana penghubung yang berupa kata ganti orang, terlihat pada contoh berikut ini:
Rumah Lani dan rumah Mina di seberang sana. Mereka bertetangga. Lani membeli rumah itu dengan harga lima juta rupiah. Harganya agak murah. Dia memang bernasib baik.
4.         Sinonimi
Pada contoh berikut ini terlihat penggunaan sarana koherensi wacana yang berupa sinonimi atau padanan kata (pengulangan makna).
Memang dia mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Solo. Pacarnya itu memang cantik, halus budi bahasa, dan bersifat keibuan sejati. Tak salah dia memilih kekasih, buah hati yang pantas kelak dijadikan istri, teman hidup selama hayat dikandung badan. 
5.         Totalitas Bagian
Kadang-kadang, pembicaraan kita mulai dari keseluruhan, baru kemudian kita beralih atau memperkenalkan bagian-bagiannya. Penggunaan sarana koherensif seperti yang dimaksudkan, terlihat pada contoh berikut ini. Totalitas bagian bisa diartikan pernyataan yang berpola umum-khusus.
Saya membeli buku baru. Buku itu terdiri dari tujuh bab. Setiap bab terdiri pula dari sejumlah pasal. Setiap pasal tersusun dari beberapa paragraf. Seterusnya setiap paragraf terdiri dari beberapa kalimat. Selanjutnya kalimat terdiri atas beberapa kata. Semua itu harus dipahami dari sudut pengajaran wacana.
6.         Komparasi
Komparasi atau perbandingan pun dapat menambah serta meningkatkan kekoherensifan wacana. Komparasi digunakan untuk membandingkan dua hal yang berbeda, seperti dalam contoh berikut ini.
Sama halnya dengan Paman Lukas, kita pun harus segera mendirikan rumah di atas tanah yang baru kita beli itu. Sekarang rumah Paman Lukas itu hampir selesai. Mengapa kita tidak membuat hal yang serupa selekas mungkin? Kita juga sanggup berbuat hal yang sama, takkan lebih dari itu. Tetapi, tidak seperti rumah Paman Lukas yang bertingkat, kita akan membangun rumah yang besar dan luas. Kita tidak perlu mendirikan rumah bertingkat karena tanah kita cukup luas.
7.         Penekanan
Dengan sarana penekanan pun kita dapat pula menambah tingkat kekoherensifan wacana. Penekanan digunakan untuk menekankan yang dianggap penting, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Bekerja bergotong-royong itu bukan pekerjaan sia-sia. Nyatalah kini hasilnya. Jembatan sepanjang tujuh kilometer yang menghubungkan kampung kita ini dengan kampung di seberang ini telah selesai kita kerjakan. Jelaslah hubungan antara kedua kampung, berjalan lebih lancar. Sudah tentu hal ini memberi dampak positif bagi masyarakat kedua kampung. 
8.         Kontras
Juga dengan kontras atau pertentangan para penulis dapat menambah kekoherensifan karyanya. Contoh penggunaan sarana seperti ini terlihat pada berikut ini.
Aneh tapi nyata. Ada teman saya seangkatan, namanya Joni. Dia rajin sekali belajar, tetapi setiap ujian selalu tidak lulus. Namun demikian, dia tidak pernah putus asa. Dia tenang saja. Tidak pernah mengeluh. Bahkan sebaliknya, dia semakin rajin belajar. 
9.         Simpulan
Dengan kata-kata yang mengacu kepada hasil atau simpulan pun, kita dapat juga meningkatkan kekoherensifan wacana. Penggunaan sarana seperti itu dapat dilihat pada contoh berikut ini.
Pepohonan telah menghijau di setiap pekarangan rumah dan ruangan kuliah di kampus kami. Burung-burung beterbangan dari dahan ke dahan sambil bernyanyi-nyanyi. Udara segar dan sejuk nyaman. Jadi penghijauan di kampus itu telah berhasil. Demikianlah kini keadaan kampus kami, berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Oleh karena itu, para sivitas akademika merasa bangga atas kampus itu.
10.     Contoh
Dengan pemberian contoh yang tepat dan serasi, kita dapat pula menciptakan kekoherensifan wacana, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Halaman rumah kami telah berubah menjadi warung hidup. Di pekarangan itu ditanami kebutuhan dapur sehari-hari, umpamanya: bayam, tomat, cabai, talas, singkong, dan lain-lain. Ada juga pekarangan rumah yang berupa apotek hidup. Betapa tidak. Di pekarangan itu ditanami bahan obat-obatan tradisional, misalnya: kumis kucing, lengkuas, jahe, kunyit, sirih, dan lain-lain. Kelebihan kebutuhan sehari-hari dari warung dan apotek hidup itu dapat pula dijual ke pasar, sebagai contoh: bayam, cabai, jahe, dan sirih.
11.     Paralelisme
Pada contoh berikut ini terlihat penggunaan kesejajaran atau paralelisme klausa sebagai sarana kekoherensifan wacana. Kesejajaran tersebut dinyatakan dalam satu kalimat. Kesejajaran tersebut bisa berupa subjek predikat, subjek predikat objek, atau yang lain.
Waktu dia datang, memang saya sedang asik membaca, saya sedang tekun mempelajari buku baru mengenai wacana. Karena asiknya, saya tidak mengetahui, saya tidak mendengar bahwa dia telah duduk di kursi mengamati saya.
12.     Waktu
Kata-kata yang mengacu pada tempat dan waktu pun dapat meningkatkan kekoherensifan wacana, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Sementara itu tamu-tamu sudah mulai berdatangan. Ruangan terasa kian sempit. Tidak lama kemudian, anak saya mengangkat barang itu dan menaruhnya di atas lemari
BAB III
PENUTUP
I.                   Simpulan
Koherensi dan kohesi merupakan unsure wacana yang penting. Kedua unsur itu digunakan untuk membangun teks yang baik. Wacana yang baik ditandai dengan adanya hubungan semantic antar unsure bagian dalam wacana. Hubungan tersebut disebut hubungan koherensi. Hubungan koherensi dapat diciptakan dengan menggunakan hubungan kohesi. Hubungan kohesi dapat dilihat dengan penggunaan piranti kohesi. Piranti kohesi ada bermacam-macam. Piranti kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.
II.                Saran
Setelah menguraikan permasalahan tersebut semoga makalah yang berjudul “Pengertian Wacana, Kohesi, dan Koherensi” dapat berguna bagi semua pihak. Tidak hanya berguna bagi kami selaku pembuat makalah tetapi juga berguna bagi pembaca. Pembaca dapat mempergunakannya untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana, 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana
Rani, Abdul. 2006. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.

Sejarah Singkat Kajian Wacana


WACANA BAHASA INDONESIA
Sejarah Singkat Kajian Wacana
Pada mulanya linguistik merupakan bagian dari filsafat. Linguistik modern, yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure pada akhir abad ke-19, mengkaji bahasa secara ilmiah. Kajian lingusitik modern pada umumnya terbatas pada masalah unsur-unsur bahasa, seperti bunyi, kata, frase, dan kalimat serta unsur makna (semantik). Kajian linguistik rupanya belum memuaskan. Banyak permasalahan bahasa yang belum dapat diselesaikan. Akibatnya, para ahli mencoba untuk mengembangkan disiplin kajian baru yang disebut analisis wacana.
Analisis wacana menginterprestasi makna sebuah ujaran dengan memperhatikan konteks, sebab konteks menentukan makna ujaran. Konteks meliputi konteks linguistik dan konteks etnografii. Konteks linguistik berupa rangkaian kata-kata yang mendahului atau yang mengikuti sedangkan konteks etnografi berbentuk serangkaian ciri faktor etnografi yang melingkupinya, misalnya faktor budaya masyarakat pemakai bahasa.
Manfaat melakukan kegiatan analisis wacana adalah memahami hakikat bahasa, memahami proses belajar bahasa dan perilaku berbahasa.
Pengertian Wacana dan Analisis Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Persyaratan Terbentuknya Wacana
Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).
Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang diungkapkan.
STRUKTUR WACANA BAHASA INDONESIA
Elemen-elemen Wacana
Elemen-elemen wacana adalah unsur-unsur pembentuk teks wacana. Elemen-elemen itu tertata secara sistematis dan hierarkis. Berdasarkan nilai informasinya ada elemen inti dan elemen luar inti. Elemen inti adalah elemen yang berisi informasi utama, informasi yang paling penting. Elemen luar inti adalah elemen yang berisi informasi tambahan, informasi yang tidak sepenting informasi utama.
Berdasarkan sifat kehadirannya, elemen wacana terbagi menjadi dua kategori, yakni elemen wajib dan elemen manasuka. Elemen wajib bersifat wajib hadir, sedangkan elemen manasuka bersifat boleh hadir dan boleh juga tidak hadir bergantung pada kebutuhan komunikasi.
Relasi Antarelemen dalam Wacana
Ada berbagai relasi antarelemen dalam wacana. Relasi koordinatif adalah relasi antarelemen yang memiliki kedudukan setara. Relasi subordinatif adalah relasi antarelemen yang kedudukannya tidak setara. Dalam relasi subordinatif itu terdapat atasan dan elemen bawahan. Relasi atribut adalah relasi antara elemen inti dengan atribut. Relasi atribut berkaitan dengan relasi subordinatif karena relasi atribut juga berarti relasi antara elemen atasan dengan elemen bawahan.
Relasi komplementatif adalah relasi antarelemen yang bersifat saling melengkapi. Dalam relasi itu, masing-masing elemen memiliki kedudukan yang otonom dalam membentuk teks. Dalam jenis ini tidak ada elemen atasan dan bawahan.

Struktur Wacana Bahasa Indonesia
Struktur wacana adalah bangun konstruksi wacana, yakni organisasi elemen-elemen wacana dalam membentuk wacana. Struktur wacana dapat diperikan berdasarkan peringkat keutamaan atau pentingnya informasi dan pola pertukaran. Berdasarkan peringkat keutamaan informasi ada wacana yang mengikuti pola segitiga tegak dan ada wacana yang mengikuti pola segitiga terbalik. Berdasarkan mekanisme pertukaran dapat dikemukakan pola-pola pertukaran berikut: (1) P-S, (2) T-J, (3) P-T, (4) T-T, (5) Pr-S, dan (6) Pr-T.
REFERENSI DAN INFERENSI SERTA KOHESI DAN KOHERENSI WACANA BAHASA INDONESIA
Referensi dan Inferensi Wacana Bahasa Indonesia
Referensi dalam analisis wacana lebih luas dari telaah referensi dalam kajian sintaksis dan semantik. Istilah referensi dalam analisis wacana adalah ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang pembicara/penulis untuk mengacu pada suatu hal yang dibicarakan, baik dalam konteks linguistik maupun dalam konteks nonlinguistik. Dalam menafsirkan acuan perlu diperhatikan, (a) adanya acuan yang bergeser, (b) ungkapan berbeda tetapi acuannya sama, dan (c) ungkapan yang sama mengacu pada hal yang berbeda.
Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).
Kohesi dan Koherensi Wacana Bahasa Indonesia
Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting dari kohesi. Namun bukan berarti kohesi tidak penting, Jenis alat kohesi ada tiga, yaitu substitusi, konjungsi, dan leksikal.
Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and hypotaxis). Hubungan parataksis itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar (coordinative) dan subordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara beruntun.

JENIS-JENIS WACANA BAHASA INDONESIA
Wacana Lisan dan Tulis
Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis. Wacana lisan cenderung kurang terstruktur (gramatikal), penataan subordinatif lebih sedikit, jarang menggunakan piranti hubung (alat kohesi), frasa benda tidak panjang, dan berstruktur topik-komen. Sebaliknya wacana tulis cenderung gramatikal, penataan subordinatif lebih banyak, menggunakan piranti hubung, frasa benda panjang, dan berstruktur subjek-predikat.

Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog
Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada tiga jenis wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Bila dalam suatu komunikasi hanya ada satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari peserta yang lain, maka wacana yang dihasilkan disebut monolog. Dengan demikian, pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Bila peserta dalam komunikasi itu dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar atau sebaliknya), maka wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta dalam komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, maka wacana yang dihasilkan disebut polilog.

Wacana Deskripsi, Eksposisi, Argumentasi, Persuasi dan Narasi
Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada wacana dekripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal pada penerima pesan. Aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana narasi adalah emosi. Sedangkan wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima agar yang bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan logika yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana eksposisi diperlukan proses berpikir. Wacana argumentasi bertujuan mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logika maupun emosional. Untuk mempertahankan argumen diperlukan bukti yang mendukung. Wacana persuasi bertujuan mempengaruhi penerima pesan agar melakukan tindakan sesuai yang diharapkan penyampai pesan. Untuk mernpengaruhi ini, digunakan segala upaya yang memungkinkan penerima pesan terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang menggunakan alasan yang tidak rasional. Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Oleh karena itu, unsur-unsur yang biasa ada dalam narasi adalah unsur waktu, pelaku, dan peristiwa.
KONTEKS WACANA BAHASA INDONESIA
Hakikat Konteks
Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau polilog)
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
Macam-macam Konteks
Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi positif
Di samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks.Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan wacana.
Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana.
Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik.
Tiga manfaat konteks dalam analisis wancana.
  1. Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks linguistik.
  2. Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wancana.
  3. Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar yaitu bentuk yang memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks.

ANALISIS WACANA
Prinsip Interpretasi Lokal dan Prinsip Analisis
Dalam analisis wacana berlaku dua prinsip, yakni prinsip interpretasi lokal dan prinsip analogi. Prinsip interpretasi lokal adalah prinsip interpretasi berdasarkan konteks, baik konteks linguistik atau koteks maupun konteks nonlinguistik. Konteks nonlinguistik yang merupakan konteks lokal tidak hanya berupa tempat, tetapi juga dapat berupa waktu, ranah penggunaan wacana, dan partisipan.
Prinsip interpretasi analogi adalah prinsip interpretasi suatu wacana berdasarkan pengalaman terdahulu yang sama atau yang sesuai. Dengan interpretasi analogi itu, analis sudah dapat memahami wacana dengan konteks yang relevan saja. Hal itu berarti bahwa analis tidak harus memperhitungkan semua konteks wancana.
Skemata dalam Analisis Wacana
Skemata adalah pengetahuan yang terkemas secara sistematis dalam ingatan manusia. Skemata itu memiliki struktur pengendalian, yakni cara pengaktifan skemata sesuai dengan kebutuhan. Ada dua cara yang disebut pengaktifan dalam struktur itu, yakni (1) cara pengaktifan dari atas ke bawah dan (2) cara pengaktifan dari bawah ke atas. Pengaktifan atas ke bawah adalah proses pengendalian skemata dari konsep ke data atau dari keutuhan ke bagian. Pengaktifan bawah ke atas adalah proses pengendalian skemata dari data ke konsep atau dari bagian ke keutuhan.
Skemata berfungsi baik bagi pembaca/pendengar wacana maupun bagi analis wacana. Bagi pendengar/pembaca, skemata berfungsi untuk memahami wacana. Bagi analis wacana, di samping berfungsi untuk memahami wacana, skemata juga berfungsi untuk melakukan analisis berbagai aspek wacana: elemen wacana, struktur wacana, acuan kewacanaan, koherensi dan kohesi wacana, dan lain-lain.
Kegagalan pemahaman wacana terjadi karena tiga kemungkinan. Pertama, pendengar/pembaca mungkin tidak mempunyai skemata yang sesuai dengan teks yang dihadapinya. Kedua, pendengar/pembaca mungkin sudah mempunyai skemata yang sesuai, tetapi petunjuk-petunjuk yang disajikan oleb penulis tidak cukup memberikan saran tentang skemata yang dibutuhkan. Ketiga, pembaca, mungkin mendapatkan penafsiran wacana secara tetap sehingga gagal memahami maksud penutur.
Analisis Kohesi dan Koherensi
Praktik analisis wacana dilaksanakan dengan menerapkan prinsip interpretasi lokal dan prinsip interpretasi analogi. Analisis wacana dapat diarahkan pada: struktur, kohesi, dan koherensi, yang dapat dioperasionalkan antara lain untuk menetapkan hubungan antarelemen wacana dan alat-alat kohesi yang berlaku dalam sebuah teks. Dalam analisis itu diterapkan konteks yang relevan dengan kebutuhan analisis.
Sumber Buku Wacana Bahasa Indonesia, karya Suparno dan Martutik
http://massofa.wordpress.com/2008/01/14/kajian-wacana-bahasa-indonesia/