BAB
1
PENDAHULUA
1.
Latar
Belakang
Suatu wacana dituntut
memiliki keutuhan struktur. Keutuhan itu sendiri dibangun oleh
komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.
Organisasi inilah yang disebut sebagai struktur wacana. Sebagai sebuah
organisasi, struktur wacana dapat diurai atau dideskripsikan bagian-bagiannya.
Keutuhan
struktur wacana lebih dekat maknanya sebagai kesatuan maknawi ( semantis)
ketimbang sebagai kesatuan bentuk ( sintaksis) ( lihat Halliday dan Hassan,
1976 : 2). Suatu rangkaian kalimat dikatakan menjadi struktur wacana bial di
dalamnya terdapat hubungan emosional antar bagian yang satu dengan bagian
lainnya. Sebaliknya, suatu rangkaian kalimat belum tentu bisa disebut sebagai
wacana apabila tiap-tiap kalimat dalam rangkaian itu memiliki makna
sendiri-sendiri dan tidak berkaitan secara semantic.
2.
Rumusan
Masalah
a. Bagaimanakah
wacana itu?
b. Seperti apakah
kohesi itu?
c. Seperti
apakah koherensi itu?
3.
Manfaat
a. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Bahasa
b. Untuk
menambah pengetahuan dan wawasan pembaca
c. Sebagai
panduan atau referensi Kegiatan Belajar Mengajar
Pengertian
Wacana
a.
Istilah “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta wac/ wak/ vak, artinya berkata, berucap ( Douglas, 1967:266). Bila
dilihat dari jenisnya, kata wac dalam morfologi bahasa Sansekerta, termasuk
kata kerja golongan III parasmaepada (m) yang bersifat aktif, yaitu ‘melakukan
tindakan ujar’. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi wacana.
Bentuk ana yang muncul di belakang adalah sufiks ( akhiran). yang bermakna
membedakan ( nominalisasi). Jadi, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan
atau tuturan.
b. Menurut
Anton M. Moelino ( 1998:334) mengatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat
yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lainnya
dalam kesatuan makna.
c. Menurut
Harimurti Kridalaksana mengatakan bahwa wacana
berarti satuan bahasa terlengkap, yang dalam hirarki kebahasaan
merupakan satuan gramatikal tertinggi, dan terbesar. Wacana juga dapat
direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraph, atau karangan utuh (
buku) yang membawa amanat lengkap.
d. Menurut
Henry Guntur Tarigan, wacana adalah satuan bahasa ynag paling lengkap, lebih
tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik,
mempunyai awal dan akhir yang jelas berkesinambungan, dan dapat disampaikan
secara tertulis maupun lisan.
e. Menurut
Samsuri mengemukakan bahwa wacana ialah rekaman kalimat yang berkaitan sehingga
terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat itu.
f. Menurut
Eko Wardono, wacana adalah satuan tuturan yang mempunyai satu pokok gagasan (
topic).
g. Menurut
Soeseno Kartomiharjo, wacana adalah cabang ilmu yang dikembangkan untuk
menganalisis suatu unit bahasa yang leih besar daripada kalimat. Unit yang
dimaksud dapat berupa paragraph, teks bacaan, undangan, percakapan.
h. Menurut
Tim Penyusun KBBI, wacana berarti kelas kata benda ( nominal) yang mempunyai
arti sebagai berikut: 1. ucapan, perkataan, tuturan 2. keseluruan tutur yang
merupakan suatu kesatuan 3. satuan bahasa terlengkap.
i.
Yayat Sudarjat mengatakan bahwa wacana
merupakan satuan bahasa terlengkap dari rentetan kaliamat yang kontinuitas,
kohesif, dan koheren.
2)
Kohesi
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan
bentuk secara structural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. Moelino (
1988:34) menyatakan bahwa wacana yang
baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Konsep kohesif
sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya unsur-unsur wacana (kata
atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan
secara padu dan utuh. Menurut Anton M. Moelino, dkk ( 1987:96) untuk memperoleh
wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus kohesif. Hanya dengan
hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana dapat di
interpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsure-unsur lainnya. Kohesi
wacana terbagi dalam dua aspek yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.
Kohesi
gramatikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan tata bahasa. Kohesi leksikal
artinya kepaduan bentuk sesuai dengan kata.
Kohesi
gramatikal meliputi:
A.
Referensi
(pengacuan)
Referensi merupakan
pengacuan satuan lingual tertentu terhadap satuan lainnya. Di lihat dari
acuannya, referensi terbagi atas:
1. Referensi
eksofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di luar teks wacana.
Contoh: Itu matahari, kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di
luar teks, yaitu “benda berpijar yang menerangi alam ini”.
2. Referensi
endofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di dalam teks wacana.
Referensi endofora
terbagi atas:
a. Referensi
anaphora yaitu pengacuan satual lingual yang disebutkan terlebih dahulu,
mengacu yang sebelah kiri.
Contoh: Peringatan HUT
ke-66 Indonesia ini akan di ramaikan dengan pagelaran pesta kembang api.
b. Referensi
katafora yaitu pengacuan satuan lingual yang disebutkan setelahnya, mengacu
yang sebelah kanan.
Contoh: Kamu harus
pergi! Ayo, cici cepatlah!
Di
lihat dari klasifikasinya, referensi terbagi atas:
1. Referensi
persona yaitu pengacuan satual lingual berupa pronomina atau kata ganti orang.
|
Tunggal
|
Jamak
|
Persona
pertama
|
Aku,
saya
|
Kami,
kita
|
Persona
kedua
|
Kamu,
engkau, anda
|
Kalian,
kami sekalian
|
Persona
ketiga
|
Dia,
ia, beliau
|
Mereka
|
Contoh: Firdaus, kamu harus mandi.
2. Referensi
demonstrasi yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk menunjuk. Biasanya
menggunakan kata : kini, sekarang, saat ini, di sini, di situ, ini, itu, dan
sebagainya.
Contoh: Pohon-pohon
kelapa itu, tumbuh di tanah lereng
diantara pepohonan lain yang rapat dan rimbun.
3. Referensi
interogatif yaitu pengacuan satuan lingual berupa kata tanya.
contoh: Kamu mau kemana?
4. Referensi
komparatif yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk membandingkan
satual lingual lain.
contoh: Tidak berbeda jauh dengan ibunya, Nita
orangnya cantik, ramah, dan lemah lembut.
B.
Substitusi
( penggantian)
Substitusi diartikan sebagai penggantian satuan
lingual dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Substitusi dilihat
dari satuan lingualnya dapat dibedakan atas:
1. Substitusi
nominal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa
kata benda.
Contoh: Memang Soni
mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Surakarta. Pacarnya itu memang cantik, halus budi
bahasanya, dan bersifat keibuan.
2. Substitusi
verbal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa
kata kerja.
Contoh: Soni berusaha
menyembuhkan penyakitnya dengan berobat ke dokter kemarin sore. Ternyata dia di
vonis menderita penyakit kanker. Selain berusaha
ke dokter, dia juga tidak lupa berdoa dan selalu berikhtiar pada allah.
3. Substitusi
frasa yaitu penggantisn satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang
berupa frasa.
Contoh: Hari ini hari minggu. Mumpung hari libur aku manfaatkan saja untuk
menengok Nenek di desa.
4. Substitusi
klausal yaitu penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain
yang berupa klausa.
Contoh:
Nida : jika perubahan yang dialami oleh azam tidak
bisa diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya, mungkin hal itu
dikarenakan oleh kenyataan bahwa orang –orang tesebut banyak yang tidak sukses
seperti azam.
Barik : tampaknya
memang begitu!
C.
Elipsis
atau pelesapan
Elipsis adalah
pelesapan satuan lingual tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya. Adapun
fungsi dari elipsis yaitu:
1. Untuk
efektifitas kalimat
2. Untuk
mencapai nilai ekkonomis dalam pemakaian bahasa
3. Untuk
mencapai aspek kepaduan wacana
4. Untuk
mengaktifkan pikiran pendengar atau pembaca terhadap sesuatu yang di ungkapkan
dalam satuan kata.
Contoh: Tuhan selalu
memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang
menentuksn dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih.
Kalimat kedua yang
berbunyi terima kasih merupakan elipsis. Unsur yang hilang adalah subjek dan
predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Tuhan selalu memberikan
kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentukan dalam
penyusunan skripsi ini. Saya mengucapkan
terima kasih.
Kakak: Kapan adik
datang?
Adik : tadi siang.
Pernyataan adik
tersebut merupakan pelesapan subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya
berbunyi: Saya datang tadi siang.
D.
Konjungsi
(perangkaian)
Konjungsi adalah kohesi
gramatikal yang dilakukan dengan menghubungkan unsure yang satu dengan unsure
yang lain. Unsur yang dirangkai berupa kata, frasa, klausa, dan paragraf.
Macam-macam konjungsi
sebagai berikut:
1. Sebab-akibat
Hubungan sebab-akibat
terjadi apabila salah satu proposisi menunjukkan penyebab terjadinya suatu
kondisi tertentu yang merupakan akibat atau sebaliknya. Konjungsi yang
digunakan antara lain: karena, sebab, makanya, sehingga, oleh karena itu,
dengan demikian dan sebagainya.
Contoh: Adik sakit sehingga tidak masuk sekolah.
2. Pertentangan
Hubungan pertentangan
terjadi apabila ada dua ide atau proposisi yang menunjukkan kebalikan atau
kekontrasan. Konjungsi yang digunakan yaitu tetapi dan namun.
Contoh: Nyamuk
berseliweran, pengemis, pelacur, pencoleng, dan gelandangan berkeliaran. Namun, di kampung kumuh tersebut sedang
dibangun sekolah mewah.
3. Kelebihan
atau eksesif
Hubungan eksesif
digunakan untuk menyatakan kelebihan, ditandai dengan konjungsi malah.
Contoh: Karena tadi
malam kurang istirahat, dia tertidur di dalam kelas. Malah tugasnya belum dikerjakan pula.
4. Perkecualian
atau eksepsif
Hubungan eksepsif
digunakan untuk menyatakan pengecualian, ditandai dengan konjungsi kecuali.
Contoh: Anda tidak boleh
mengkonsumsi obat tersebut kecuali
dengan persetujuan dokter.
5. Tujuan
Hubungan tujuan terjadi
sebagai pewujudan untuk menyatakan tujuan yang ingin dicapai. Konjungsi yang
digunakan yaitu: agar dan sehingga.
Contoh: Agar naik kelas, kamu harus rajin
belajar.
6. Penambahan
atau aditif
Penambahan berguna
untuk menghubungkan bagian yang bersifat menambahkan informasi dan pada umumnya
digunakan untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih. Konjungsi yang digunakan
yaitu: dan, juga, serta, selain itu.
Contoh: Tingkah lakunya
menawan. Tutur katanya sopan. Murah senyum, jarang marah, dan tidak pernah
berbohong. Juga tidak mau
mempercakapkan orang lain. Selain itu,
ia suka menolong sesama teman. Dan
dia penyabar.
7. Pilihan
atau alternatif
Pilihan digunakan
menyatakan pilihan antara dua hal. Konjungsi yang digunakan yaitu atau dan apa.
Contoh: Pelajaran apa
yang lebih kamu suka IPA atau IPS?
8. Harapan
atau optatif
Konjungsi harapan
digunakan untuk menyatakan harapan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan
yaitu semoga, moga-moga.
Contoh: Semoga, dia lulus dengan nilai terbaik.
9. Urutan
atau sekuential
Merupakan proposisi
yang menunjukkan suatu hubungan kesejajaran atau urutan waktu. Konjungsi yang
digunakan yaitu setelah itu, lalu, kemudian, terus, mula-mula.
Contoh: Intan bangun
tidur pukul 05.00, kemudian ambil
air wudlu. Setelah itu dia menunaikan
sholat subuh dengan khusyuk. Lalu
tak lupa ia mengaji
10. Syarat
Merupakan proposisi
yang menunjukkan suatu hubungan syarat. Konjungsi yang digunakan yaitu: apabila
dan jika.
Contoh: Jika bulan ini aku bisa bekerja lebih
giat maka gajiku akan bertambah.
11. Cara
Merupakan proposisi
yang menunjukkan suatu hubungan cara.
Konjungsi yang
digunakan yaitu: dengan cara.
Contoh: Mungkin dengan cara seperti ini, aku membantu
beban keluarga.
Yang selanjutnya adalah kohesi leksikal. Kohesi
leksikal yaitu perpaduan bentuk dalam struktur kata. Kohesi leksikal meliputi:
A.
Pengulangan
atau repetisi
Repetisi merupakan salah satu cara untuk
mempertahankan hubungan konsesif antar kalimat. Hubungan ini dibentuk dengan
mengulang satuan lingual.
Contoh: Berfilsafat didorong untuk mengetahui
apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat
berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam
kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini.
B.
Sinonimi
Sinonimi merupakan persamaan makna kata.
Contoh: Hari pahlawan diperingati tiap 10
November. Mereka adalah pejuang bangsa yang rela mengorbankan jiwa raga
demi kesatuan Negara Republik Indonesia. Jasa mereka selalu dikenang sepanjang
masa.
C.
Antonim
Antonim merupakan perlawanan kata.
Contoh:
Dalam rangka menyambut peringatan kemerdekaan
Republic Indonesia, warga setempat mengadakan kerja bakti. Bagi yang putri sebagian besar membawa sapu, sedangkan yang putra
membawa sabit. Tak ketinggalan pula nenek maupun kakek ikut serta
meramaikan peringatan tersebut.
D.
Hiponim
Hiponim merupakan sebuah pernyataan yang berpola
umum-khusus
Contoh: Setiap hari Anita menyiram bunga di
taman. Bermacam-macam bunga diantaranya mawar, melati, dahlia, dan anggrek.
E.
Kolokasi
Kolokasi merupakan sebuah pernyataan yang berpola
khusus-umum.
Contoh: Bermula dari goresan bolpoin pada selembar
kertas namanya sekarang tenar. Dari lembaran-lembaran kertas tersebut di
gabung dalam satu buku. Buku tersebut menjadi perbincangan banyak orang
karena banyak dimuat dalam majalah, koran, televisi. Berkat media
massa, namanya menjadi terkenal.
F.
Ekuivalensi
Ekuivalensi merupakan kesejajaran dalam sebuah kalimat.
Contoh: Setiap hari aku belajar dengan rajin.
Bu Narti sebagai guruku selain mengajarkan
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, beliau juga mengajarkan
pendidikan moral.
Pada kondisi tertentu, unsure-unsur kohesi menjadi
contributor penting bagi terbentuknya wacana yang koheren ( Halliday dan
Hassan, 1976; Gunawan Budi Santosa, 1998:28). Namun demikian pelu disadari
bahwa unsur-unsur kohesi tersebut tidak selalu menjamin terbentuknya wacana
yang uth dan koheren. Alasannya, pemakaian alat-alat kohesif dalam suatu teks
tidak langsung menghasilkan wacana yang koheren ( Anton M. Moeliono, dkk, 1988:
322). Dengan kata lain, srtuktur wacana yang baik dan utuh harus memiliki
syarat-syatar kohesi sekaligus koherensi.
3)
Koherensi
Koherensi
adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi
suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya (Wohl,
1978 : 25). Koherensi merupakan
keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya sehingga kalimat
tersebut mempunyai kesatuan makna yang utuh.
Yang
termasuk unsur-unsur koherensi meliputi:
1.
Penambahan
Sarana penghubung yang berupa
penambahan itu antara lain: dan, juga, lagi pula, selanjutnya, seperti tertera
pada contoh berikut:
Laki-laki dan
perempuan, tua dan muda, juga para tamu turut bekerja bergotong-royong
menumpas hama tikus di sawah-sawah di desa kami. Selain daripada menyelamatkan
tanaman, juga upaya itu akan meningkatkan
hasil panen. Selanjutnya upaya itu akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Lagi pula upaya ini telah lama dianjurkan oleh
pemerintah kita.
2.
Repetisi
Penggunaan repetisi atau pengulangan
kata sebagai sarana koherensi wacana, terlihat pada contoh di bawah ini.
Dia mengatakan kepada saya bahwa kasih
sayang itu berada dalam jiwa dan raga sang ibu.
Saya menerima kebenaran ucapan itu. Betapa tidak. Kasih sayang pertama saya
peroleh dari ibu saya. Ibu melahirkan
saya. Ibu mengasuh saya. Ibu menyusui saya. Ibu
memandikan saya. Ibu menyuapi saya. Ibu meninabobokan saya. Ibu mencintai dan mengasihi saya. Saya tidak bisa melupakan
jasa dan kasih sayang ibu saya seumur
hidup. Semoga ibu panjang umur dan
dilindungi Tuhan.
3.
Pronomina
Sarana penghubung yang berupa kata
ganti orang, terlihat pada contoh berikut ini:
Rumah Lani dan rumah Mina di seberang sana. Mereka bertetangga. Lani membeli rumah itu dengan harga lima
juta rupiah. Harganya agak murah. Dia memang bernasib baik.
4.
Sinonimi
Pada contoh berikut ini terlihat
penggunaan sarana koherensi wacana yang berupa sinonimi atau padanan kata
(pengulangan makna).
Memang dia mencintai gadis itu. Wanita
itu berasal dari Solo. Pacarnya itu memang
cantik, halus budi bahasa, dan bersifat keibuan sejati. Tak salah dia memilih kekasih, buah hati yang pantas kelak dijadikan istri, teman hidup selama hayat dikandung
badan.
5.
Totalitas Bagian
Kadang-kadang, pembicaraan kita mulai
dari keseluruhan, baru kemudian kita beralih atau memperkenalkan
bagian-bagiannya. Penggunaan sarana koherensif seperti yang dimaksudkan,
terlihat pada contoh berikut ini. Totalitas bagian bisa diartikan pernyataan
yang berpola umum-khusus.
Saya membeli buku baru. Buku itu terdiri
dari tujuh bab. Setiap bab terdiri pula
dari sejumlah pasal. Setiap pasal tersusun dari beberapa paragraf. Seterusnya setiap paragraf terdiri dari beberapa kalimat.
Selanjutnya kalimat terdiri atas beberapa kata.
Semua itu harus dipahami dari sudut pengajaran wacana.
6.
Komparasi
Komparasi atau perbandingan pun dapat
menambah serta meningkatkan kekoherensifan wacana. Komparasi digunakan untuk
membandingkan dua hal yang berbeda, seperti dalam contoh berikut ini.
Sama halnya
dengan Paman Lukas, kita pun harus
segera mendirikan rumah di atas tanah yang baru kita beli itu. Sekarang rumah
Paman Lukas itu hampir selesai. Mengapa kita tidak membuat hal yang serupa selekas mungkin? Kita juga sanggup
berbuat hal yang sama, takkan lebih dari
itu. Tetapi, tidak seperti rumah Paman
Lukas yang bertingkat, kita akan membangun rumah yang besar dan luas. Kita
tidak perlu mendirikan rumah bertingkat karena tanah kita cukup luas.
7.
Penekanan
Dengan sarana penekanan pun kita dapat
pula menambah tingkat kekoherensifan wacana. Penekanan digunakan untuk
menekankan yang dianggap penting, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Bekerja bergotong-royong itu bukan
pekerjaan sia-sia. Nyatalah kini
hasilnya. Jembatan sepanjang tujuh kilometer yang menghubungkan kampung kita
ini dengan kampung di seberang ini telah selesai kita kerjakan. Jelaslah hubungan antara kedua kampung, berjalan
lebih lancar. Sudah tentu hal ini memberi
dampak positif bagi masyarakat kedua kampung.
8.
Kontras
Juga dengan kontras atau pertentangan
para penulis dapat menambah kekoherensifan karyanya. Contoh penggunaan sarana
seperti ini terlihat pada berikut ini.
Aneh tapi nyata. Ada teman saya
seangkatan, namanya Joni. Dia rajin sekali belajar, tetapi
setiap ujian selalu tidak lulus. Namun demikian, dia tidak pernah putus asa. Dia tenang saja. Tidak
pernah mengeluh. Bahkan sebaliknya, dia
semakin rajin belajar.
9.
Simpulan
Dengan kata-kata yang mengacu kepada
hasil atau simpulan pun, kita dapat juga meningkatkan kekoherensifan wacana.
Penggunaan sarana seperti itu dapat dilihat pada contoh berikut ini.
Pepohonan telah menghijau di setiap
pekarangan rumah dan ruangan kuliah di kampus kami. Burung-burung beterbangan
dari dahan ke dahan sambil bernyanyi-nyanyi. Udara segar dan sejuk nyaman. Jadi penghijauan di kampus itu telah berhasil. Demikianlah kini keadaan kampus kami, berbeda
dengan beberapa tahun yang lalu. Oleh karena itu,
para sivitas akademika merasa bangga atas kampus itu.
10. Contoh
Dengan pemberian contoh yang tepat dan
serasi, kita dapat pula menciptakan kekoherensifan wacana, seperti terlihat
pada contoh berikut ini.
Halaman rumah kami telah berubah
menjadi warung hidup. Di pekarangan itu ditanami kebutuhan dapur sehari-hari, umpamanya: bayam, tomat, cabai, talas, singkong,
dan lain-lain. Ada juga pekarangan rumah yang berupa apotek hidup. Betapa
tidak. Di pekarangan itu ditanami bahan obat-obatan tradisional, misalnya: kumis kucing, lengkuas, jahe, kunyit,
sirih, dan lain-lain. Kelebihan kebutuhan sehari-hari dari warung dan apotek
hidup itu dapat pula dijual ke pasar, sebagai contoh:
bayam, cabai, jahe, dan sirih.
11. Paralelisme
Pada contoh berikut ini terlihat
penggunaan kesejajaran atau paralelisme klausa sebagai sarana kekoherensifan
wacana. Kesejajaran tersebut dinyatakan dalam satu kalimat. Kesejajaran
tersebut bisa berupa subjek predikat, subjek predikat objek, atau yang lain.
Waktu dia datang, memang saya sedang asik membaca, saya sedang tekun mempelajari buku baru mengenai
wacana. Karena asiknya, saya tidak mengetahui, saya tidak mendengar bahwa dia telah duduk di
kursi mengamati saya.
12. Waktu
Kata-kata yang mengacu pada tempat dan
waktu pun dapat meningkatkan kekoherensifan wacana, seperti terlihat pada
contoh berikut ini.
Sementara itu
tamu-tamu sudah mulai berdatangan. Ruangan terasa kian sempit. Tidak lama kemudian,
anak saya mengangkat barang itu dan menaruhnya di
atas lemari.
BAB III
PENUTUP
I.
Simpulan
Koherensi dan
kohesi merupakan unsure wacana yang penting. Kedua unsur itu digunakan untuk
membangun teks yang baik. Wacana yang baik ditandai dengan adanya hubungan
semantic antar unsure bagian dalam wacana. Hubungan tersebut disebut hubungan
koherensi. Hubungan koherensi dapat diciptakan dengan menggunakan hubungan
kohesi. Hubungan kohesi dapat dilihat dengan penggunaan piranti kohesi. Piranti
kohesi ada bermacam-macam. Piranti kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.
II.
Saran
Setelah
menguraikan permasalahan tersebut semoga makalah yang berjudul “Pengertian
Wacana, Kohesi, dan Koherensi” dapat berguna bagi semua pihak. Tidak
hanya berguna bagi kami selaku pembuat makalah tetapi juga berguna bagi
pembaca. Pembaca dapat mempergunakannya untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Mulyana, 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana
Rani, Abdul. 2006. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam
Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.