I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Sebagai salah satu produk budaya,
seni memiliki berbagai bentuk pengungkapan yang pada prinsipnya bertujuan untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaan masyarakat
yang tumbuh dan bekembang dari waktu ke waktu. Salah satu bentuk pengungkapan
seni sebagai produk budaya adalah mantra pada masyarakat Sasak. Sebagaimana dikemukakan Poerwadarminta (1988: 558) adalah: 1) perkataan atau
ucapan yang mendatangkan daya gaib (misal dapat menyembuhkan, mendatangkan
celaka, dan sebagainya); 2) susunan kata berunsur puisi (seperti rima, irama)
yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau
pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain.
Mantra pada masyarakat Sasak sangatlah
beraneka ragam bentuknya seperti yang diungkapkan oleh Rusyana (1970) membagi mantra berdasarkan tujuannya menjadi 7
bagian, yaitu Jampe (jampi), Asihan (pekasih), Singlar (pengusir), Jangjawokan
(jampi), Rajah (kata-kata pembuka
jampi), Ajian (jampi ajian
kekuatan), dan Pelet (guna-guna).
Pada
hakikatnya, Mantra merupakan ilmu spiritual dan setiap ilmu spiritual memiliki
mantra yang arti kalimatnya sesuai dengan kegunaan ilmu tersebut. Pada awal
mulanya mantra merupakan suatu sastra sebagai manifestasi karya seni manusia
yang memanfaatkan bahasa, merupakan ekspresi pengalaman yang mampu menentramkan
dan menggembirakan manusia
Seiring
dengan kemajuan zaman yang sudah berkembang pada era globalisasi ini
tradisi-tradisi seperti pengobatan dalam bentuk mantra sasak itu masih kerap
sekali digunakan. Namun, sedikitnya penelitian saat ini yang meneliti atau pun
mengkaji tentang Bentuk, Fungsi dan Makna Mantra Sasak dalam Pengobatan.
Kekuatan spiritual yang mengandung makna yang dalam ini sangat menyulitkan
penggunaannya bagi sebagian orang, prosesnya hanya bisa dilakukan oleh
orang-orang tertentu saja.
Kemajuan
teknologi saat ini, sangat berkembang yang membuat sebagian orang, ada yang
masih mempertahankan dan adapula orang yang sudah tidak memakainya lagi. Karena
itulah adat istiadat atau tradisi yang sudah mulai berkurang dan rentan untuk
hilang perlu dipertahankan untuk
dikaji. Mantra sebagaimana sastra umumnya juga mempunyai bentuk, fungsi dan
makna. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana bentuk dari mantra tersebut lalu fungsinya untuk apa, dan
seperti apa makna dari mantra sasak dalam pengobatan tersebut, oleh sebab itu
maka perlu diadakan penelitian dan dokumentasi budaya. Dalam peristilahan ahli
antropologi ilmu atau mantra ini biasa dikenal dengan istilah magic (ilmu gaib). Lebih
lanjut Richard menguraikan pengertian mantra dalam bukunya Suyasa mengatakan
bahwa mantra sebagai ekspresi manusia yang diyakini mampu mengubah suatu
kondisi karena dapat memunculkan kekuatan gaib, estetik, dan penuh mistis
(Suyasa, 2004: 2).
Kehadiran mantra
itu sendiri berpangkal pada keyakinan masyarakat yang terbukti terutama dalam
pengobatan sasak yang dapat membantu si terkena penyakit. Mantra yang digunakan
masyarakat sasak berbagai macam bentuk dalam pengobatan sesuai dengan fungsi
dan makna yang terkandung didalamnya.
Mantra
dalam pengobatan merupakan sebuah kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat
Sasak sebagai bagian dari budaya. Sebagai bagian dari budaya mantra merupakan
suatu keberhasilan karya cipta sastra yang harus diwariskan dari generasi
kegenerasi. Berdasarkan pandangan di
atas, maka peneliti bermaksud mengkaji “Bentuk,
Fungsi dan Makna Mantra Sasak Dalam Pengobatan”.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut.
1) Bagaimanakah
bentuk mantra sasak dalam pengobatan tersebut?
2) Apa
saja fungsi dan makna mantra sasak dalam pengobatan tersebut?
1.3 Tujuan
Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu;
1) mendeskripsikan
bentuk mantra sasak dalam pengobatan?
2) mendeskripsikan
fungsi dan makna mantra sasak dalam pengobatan?
1.4 Manfaat
Penelitian
Adapun
manfaat penenlitian ini yaitu;
1.4.1
Manfaat teoritis
1. Diharapkan
dengan informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat memperluas cakrawala
di dalam pengembangan kesusastraan Indonesia.
2. Informasi
yang diperoleh dari penelitian ini, diharapkan berguna bagi peneliti sebagai
acuan dalam mengadakan penelitian secara lebih mendalam tentang hal-hal yang
belum terjangkau dalam penelitian ini.
1.4.2 Manfaat praktis
1. Informasi
yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi
pengajaran sastra yang ada di sekolah.
2. Informasi
yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan-masukan
pada peneliti selanjutnya dalam bidang yang relevan dengan objek dan sasaran
penelitian ini.
II.
LANDASAN TEORI
2.1
Konsep Dasar
Analisis
merupakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa ( karangan, perbuatan dan
sebagainya ) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Analisis mantra bukan
berarti merubah teks-teks mantra atau membolak-baliknya apalagi merubah isi
kandungannya. Analisis merupakan suatu cara untuk memahami karya-karya sastra
baik untuk memanfaatkan, maupun melakukan kritikan. Pada bagian lain, analisis
merupakan suatu langkah menelaah, mengkaji dan menyelidiki suatu sastra.
Dalam
bukunya Nurgiantoro ( 2009: 30 ) mengatakan bahwa analisis menyarankan
pengertian mengurai karya itu atas unsur- unsur pembentukannya tersebut, yang
berupa unsur-unsur intrinsik. Menganalisis bukan berarti memecah dan
mencincang-cincang karya sastra, memisah-misahkan bagian dari keseluruhannya melainkan
sebagai sarana, sarana untuk memahami karya-karya kesastraan itu sebagai satu
kesatuan yang padu dan bermakna, bukan sekedar bagian per-bagian yang terkesan
sebagai suatu percincangan di atas. Jadi analisis adalah langkah-langkah telaah
secara mendalam terhadap sesuatu, baik itu karya sastra ataupun yang lain
dengan penuh kesadaran dan rasional objektif untuk memperoleh penghayatan serta
memberi penilaian terhadap suatu karya sastra atau yang lainnya.
Untuk
penelitian sastra (mantra) dengan mengunakan salah satu teori sastra, pertama
kali yang harus dimengerti dahulu mengenai teori itu, kemudian mengenai
metodenya. Dalam hal ini, teori yang digunakan sebagai pendekatan sastra adalah
semiotik. Jadi, haruslah dimengerti apakah semiotik itu dan seluk beluknya.
Penelitian sastra dengan pendekatan semiotik itu sesungguhnya merupakan
lanjutan dari pendekatan bentuk. Seperti yang
dikemukakan Pradopo (1995: 118)
untuk dapat memberikan makna mantra secara semiotik, pertama kali dapat
dilakukan dengan pembacaan heuristik
dan hermeneutik atau retroaktif. Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan
struktur bahasanya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem
semiotik tingkat pertama. Sedangkan pembacaan hermeneutik adalah pembacaan karya sastra berdasarkan sisitem semiotik tingkat kedua
atau berdasarkan konvensi sastranya.
Jika
kerja analisis kesastraan dimaksudkan untuk memahami secara lebih baik sebuah
karya, merebut makna pursuit of signs,
menurut istilah Culler, menafsirkan makna berdasarkan berbagai kemungkinannya,
analisis tersebut sebenarnya telah melibatkan kerja hermeneutik. Hermeneutik
menurut Teeuw (1984: 123), adalah ilmu atau teknik memahami karya sastra dan
ungkapan bahasa dalam arti yang lebih luas menurut maksudnya. Berdasarkan teori
dengan pendekatan semiotik dalam menentukan makna dan fungsi mantra, dilakukan
suatu interpretasi dan penafsiran
serta penilaian terhadap mantra untuk mendapatkan suatu fungsi serta maknanya
dalam kehidupan masyarakat Sasak.
2.2
Pengertian
Mantra
Mantra sebagaimana
dikemukakan Poerwadarminta (1988: 558) adalah:
1) Perkataan atau ucapan yang mendatangkan daya gaib (misalnya dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya); 2) Susunan kata berunsur puisi (seperti rima, irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa mantra adalah kalimat yang diucapkan dengan diulang-ulang atau dilafalkan secara khusus untuk mendatangkan daya gaib, susunan kata yang berunsur puisi yang dianggap mengandung kekuatan gaib (KBBI, 2005: 713).
1) Perkataan atau ucapan yang mendatangkan daya gaib (misalnya dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya); 2) Susunan kata berunsur puisi (seperti rima, irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa mantra adalah kalimat yang diucapkan dengan diulang-ulang atau dilafalkan secara khusus untuk mendatangkan daya gaib, susunan kata yang berunsur puisi yang dianggap mengandung kekuatan gaib (KBBI, 2005: 713).
Menurut
Richard dalam Suyasa (2004: 2) bahwa mantra sebagai ekspresi manusia yang
diyakini mampu mengubah suatu kondisi karena dapat memunculkan kekuatan gaib,
estetik, dan penuh mistis, historis, mantra di samping memiliki konsep acuan
yang lain juga pijakannya bersumber pada agama. Di dalam buku “Teori Dasar
Sastra”. Mengatakan bahwa, mantra yang dalam perkembangannya membentuk acuan
dan dari acuan itu muncul bentuk-bentuk sastra yang bersifat psikologis,
mistis, simbolis, dan impresif. (Suyasa, 2004: 4). Dan lebih lanjut dikemukakan
dalam Purwardarminta (1984: 632) bahwa mantra adalah perkataan atau kalimat
yang dapat mendatangkan daya gaib, jampi, dan pesona.
2.3
Jenis-jenis
Mantra
Sejalan dengan
pembagian jenis mantra, Rusyana (1970) membagi mantra berdasarkan tujuannya
menjadi 7 bagian, yaitu jampe ‘jampi’, asihan ‘pekasih’, singlar ‘pengusir’,
jangjawokan ‘jampi’, rajah ‘kata-kata pembuka ‘jampi’, ajian ‘jampi ajian
kekuatan’, dan pelet ‘guna-guna’ Dipandang dari tujuan
permohonan, Mantra dapat dikelompokkan ke dalam mantra putih ‘white magic’ dan mantra hitam ‘black
magic’. Pembagian tersebut
berdasarkan kepada tujuan mantra itu sendiri, yakni mantra putih digunakan
untuk kebaikan sedangkan mantra hitam digunakan untuk kejahatan, Rusyana
(1970).
Ditunjau
dari segi bentuk dan isinya, ragam mantra dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis, yakni; Mantra Pengobatan, Penjagaan Diri, Kekebalan, Sihir,
Jimat, Pengasih-Asih, Penghidupan,
2.3.1 Mantra
pengobatan
Jenis
mantra pengobatan ini khusus digunakan sebagai alat atau media pengobatan
dengan cara dibacakan mantranya. Mantra sasak dalam pengobatan bermacam-macam,
disesuaikan dengan jenis penyakitnya, misalnya: penyakit panas, kena gangguan
makhluk halus, sulit buang air kecil, luka senjata tajam, dan lain sebagainya.
Jika masyarakat sakit, maka untuk mengobatinya adalah sesuai dengan yang
dideritanya dan mantra ini termasuk mantra putih.
2.3.2 Mantra
penjagaan diri
Mantra
penjagaan diri yang dimaksud pada pemahaman orang sasak adalah berupa do’a-do’a
yang di dalamnya mengandung nilai-nilai pengharapan, agar kiranya membaca do’a
tersebut turun penjagaan dari Tuhan. Dalam hal ini, pemilik mantra mengharapkan
dengan penjagaan Tuhan, maka si peminta do’a akan terhindar dari segala
musibah, baik yang timbul oleh alam, makhluk, maupun cobaan dari Tuhan. Mantra
ini tergolong mantra putih.
2.3.3 Mantra kekebalan
Mantra
kekebalan yang dimaksud adalah jenis mantra yang apabila dibaca oleh seseorang
maka akan menimbulkan kekuatan, kemampuan, kebiasaan, ketetapan yang ada pada
alam dan makhluk. Mantra ini juga tergolong mantra putih, tetapi memiliki roh
yang panas.
2.3.4 Mantra
sihir
Mantra
sihir adalah mantra yang diyakini oleh masyarakat-masyarakat sasak sebagai
mantra sesat. Pada mantra sihir tersebut diyakini bacaan-bacaan yang mengandung
kekuatan atau meminta pertolongan kepada makhluk halus, dalam hal ini adalah
jin atau iblis. Selain itu juga mantra sihir memiliki persyaratan atau
perjanjian-perjanjian yang dianggap keluar dari peraturan agama.
2.3.5 Mantra
jimat
Mantra
ini adalah mantra yang dipakai untuk diletakkan (dilekatkan), dibawa kemana
saja, dengan cara menulis mantranya pada sepotong benda (kertas, kulit, kain).
Mantra jimat biasa ditulis dengan bahasa Arab rajah (tulisan huruf-huruf Arab).
2.3.6 Mantra
pengasih-asih
Adalah
salah satu mantra yang digunakan oleh seseorang bagaimana caranya disukai orang
banyak, suaminya, mertuanya, atau disayangi oleh anak-anaknya. Dan bisa juga
digunakan agar bagaimana disenangi oleh atasan atau oleh guru dosen. Mantra ini
termasuk mantra putih karena kebutuhan.
2.3.7 Mantra
penghidupan
Adalah
sebuah mantra yang digunakan oleh seseorang agar usahanya, dagangannya,
pertaniannya bisa berhasil dan sukses dengan digunakan oleh masyarakat agar
pertaniannya tidak diganggu oleh hama atau binatang buas. Mantra ini termasuk
mantra putih.
.